Dampak paparan gas air mata tidak hanya berhenti pada paru-paru. Mata, hidung, dan mulut juga bisa merasakan sensasi terbakar, perih, hingga memicu pandangan kabur. Pada kulit, paparan bisa menimbulkan reaksi mirip luka bakar kimiawi dan alergi. Bahkan, beberapa orang mengalami kesulitan menelan akibat iritasi parah di bagian tenggorokan. Efek ini muncul sangat cepat setelah seseorang terpapar, sehingga disebut sebagai dampak akut.
Meski begitu, bukan berarti bahaya gas air mata hanya berlangsung singkat. Menurut Prof. Tjandra, dalam kondisi tertentu paparan bisa memicu dampak kronis yang berlangsung lama. Risiko ini terutama tinggi jika gas digunakan dalam dosis besar, terpapar dalam durasi panjang, atau terjadi di ruang tertutup yang membuat partikel gas terperangkap lebih lama. Dalam situasi seperti itu, gas tidak hanya merusak sistem pernapasan secara akut, tetapi juga bisa meninggalkan jejak gangguan kesehatan berkepanjangan.
Selain faktor dosis dan durasi paparan, tingkat bahaya gas air mata juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Jika paparan terjadi di ruang terbuka dengan aliran udara yang baik, risiko bisa sedikit berkurang karena gas lebih cepat menyebar. Sebaliknya, pada lokasi tanpa sirkulasi udara memadai, atau ketika angin justru membawa gas ke arah kerumunan, efeknya bisa jauh lebih berbahaya.