Katanya, jadwal Pilpres 2019 merugikan Gatot Nurmantyo dan juga tokoh-tokoh alternatif lainnya, termasuk Agus Harimurti Yudhoyono. Sebaliknya Joko Widodo dan Prabowo Subianto disebut sebagai pihak yang sangat diuntungkan.
Benarkah jadwal Pilpres 2019 merugikan Gatot Nurmantyo, atau justru malah sebaliknya?
Haruskan Nasib Pencapresan Gatot Nurmantyo Tergantung pada Hasil Survei
Berdasarkan jadwal Pilpres 2019 yang sudah dipublikasikan KPU RI, waktu pendaftaran pasangan capres-cawapres akan diselenggarakan pada 4-10 Agustus 2018. Sementara, Gatot Nurmantyo baru akan memasuki masa pensiunnya pada Maret 2018 ini.
Dengan hitung-hitungan di atas, Gatot Nurmantyo hanya memiliki waktu sekitar enam bulan untuk menyiapkan dirinya dalam bursa capres 2019-2024.
Jika kelayakan capres hanya ditentukan dari tingkat elektabilitas yang dimilikinya, maka rentang waktu enam bulan pastinya tidaklah cukup bagi Gatot untuk mendongkrak angka keterpilihannya.
Bisa dibilang, jangankan untuk menaikkan tingkat elektabilitasnya, bahkan hanya untuk sekadar melejitkan angka popularitasnya pun mantan Panglima TNI ini belum tentu sanggup.
Di samping itu, menurut sejumlah rilis hasil survei, elektabilitas Gatot masih jauh di bawah angka keterpilihan Prabowo sebagai runner up sementara dan elektabilitas Jokowi yang memuncaki klasemen sementara dengan kisaran angka antara 40 persen sampai 50 persen.
Dengan kata lain, jika mengacu pada tingkat elektabilitas yang dirilis oleh sejumlah lembaga survei, maka Gatot Nurmantyo tidak mungkin sanggup bersaing dengan Jokowi yang sudah dideklarasikan sebagai capres pada 22 Februari 2018 dan Prabowo yang masih di persimpangan jalan antara maju sebagai capres atau menjadi king maker.
Masalahnya, jika kelayakan capres hanya ditentukan dari tingkat elektabilitas yang diproduks oleh lembaga survei, ada sekian banyak rilis survei yang layak diragukan keakuratannya.
Di Kompasiana ini ada sejumlah artikel yang menyoroti kejanggalan-kejanggalan hasil-hasil survei. Di antaranya Survei Median Soal SBY Ini Benar-benar Menggelikan dan Pilgub Jabar 2018, Setelah Ridwan Kamil Melubangi Kapalnya Sendiri
Belum lagi ada lembaga survei yang diduga keras menjiplak hasil kerja lembaga survei lainnya. Perhatikan kesamaan angka-angka beserta urutannya pada hasll survei Lepsudami yang dilangsungkan pada November 2011 hingga Februari 2012 dan Movement Study & Analysis Center (IMOSAC), ETOS Institute, dan Space Indonesia yang diselenggarakan pada November 2011 hingga Februari 2012.
Hasil survei Lepsudami yang disalin tempel dari Tribunnews.com
Dalam survei Lepsudami, purnawirawan jenderal ini memperoleh angka dukungan 18 persen dari 10.000 responden di lima kota besar Indonesia, yakni Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, Bandung, dan Semarang. Survei tersebut dilakukan pada November 2011 hingga Februari 2012.
Di bawah Prabowo yang kini menjabat ketua dewan pembina Partai Gerindra, peringkat kedua ditempati oleh politisi gaek Partai Golkar, Akbar Tandjung dengan perolehan 17 persen suara responden. Disusul berikutnya Jusuf Kalla sebesar 13 persen dan Aburizal Bakrie 11 persen.
Sedangkan responden yang memilih Megawati Soekarnoputri sebanyak 10 persen responden, sementara Wiranto sebesar 7 persen. Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa berada di posisi 10 dengan angka dukungan 3 persen.
Hasil survei IMOSAC yang di-copas dari Merdeka.com
Ia mengungkapkan, dari 57 persen responden yang memutuskan untuk memberikan pilihannya, didapat kesimpulan bahwa calon presiden yang paling diminati oleh responden adalah Prabowo Subiyanto, yakni 18 persen.