Selain itu, Prof. Anom menyoroti praktik penggunaan properti atas nama WNI oleh WNA yang kemudian disewakan kembali, serta dominasi OTA asing yang menerapkan strategi harga predator (predatory pricing) dan menghindari pajak lokal.
“Pemerintah daerah seperti Badung kini sudah mulai turun tangan, karena jika Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pariwisata anjlok, APBD pun ikut terdampak. Ini persoalan serius,” tegasnya.
ASITA dan para akademisi mendesak agar pengawasan ditingkatkan dan regulasi diperkuat untuk melindungi pelaku usaha lokal serta menjaga agar industri pariwisata Indonesia tumbuh secara sehat dan berkelanjutan.