Uni Eropa (UE) tengah merancang aturan baru yang memungkinkan penangguhan fasilitas bebas visa bagi sejumlah negara yang dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM) secara serius. Kebijakan ini disepakati oleh Parlemen Eropa dan Dewan UE pada Selasa, 18 Juni 2025, waktu setempat, sebagai bagian dari reformasi penting untuk menegakkan nilai-nilai fundamental UE dan menjaga hukum internasional.
Dalam aturan yang baru ini, pelanggaran berat terhadap Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pelanggaran hukum kemanusiaan internasional, hingga ketidakpatuhan terhadap keputusan pengadilan internasional, menjadi dasar yang sah untuk mencabut atau menangguhkan status bebas visa sebuah negara. Hal ini merupakan langkah tegas UE untuk memastikan bahwa negara-negara yang diberikan kemudahan akses ke wilayah Schengen juga harus mematuhi standar hak asasi manusia global.
Negara yang Berisiko Terdampak Kebijakan Baru
Meski tidak secara eksplisit menyebutkan nama negara, sumber dari parlemen UE mengindikasikan bahwa Israel termasuk salah satu negara yang paling berpotensi terkena dampak aturan baru ini. Hal tersebut menyusul berbagai tuduhan pelanggaran HAM dan kejahatan perang yang muncul dari operasi militer Israel di Gaza yang mendapat sorotan dari PBB.
Selain Israel, Serbia juga disebut-sebut sebagai negara yang berpotensi terkena aturan penangguhan bebas visa karena kekhawatiran atas kondisi HAM di wilayah tersebut. Saat ini, terdapat 61 negara yang warganya berhak masuk ke kawasan Schengen tanpa visa untuk kunjungan singkat hingga 90 hari dalam periode 180 hari, termasuk Israel, Australia, Jepang, Inggris, dan Ukraina.