Saat pesawat akhirnya mendarat, petugas ambulans dan kepolisian segera datang untuk menangani situasi yang muncul. Namun, itu juga bukanlah akhir dari ketidaknyamanan yang harus mereka alami. “Saat petugas ambulans hingga polisi tiba, mereka segera menutupi tubuh wanita itu dengan selimut. Rasanya sangat tidak menyenangkan,” ungkap Mitchell dengan nada terpukul.
Pasangan tersebut sangat menyayangkan minimnya gelagat kepedulian yang ditunjukkan oleh kru pesawat dalam menangani situasi tersebut. Mereka merasa bahwa seharusnya ada tanggung jawab dari maskapai dalam situasi ekstrem seperti ini agar penumpang tidak merasa terjebak dalam ketidaknyamanan yang berkepanjangan.
Tak hanya itu, pengalaman traumatis ini juga dapat berdampak pada mental and psikologis mereka. Dalam menghadapi insiden yang tidak biasa ini, banyak penumpang mungkin akan mengalami gangguan kecemasan yang lebih besar saat melakukan perjalanan udara di masa mendatang. Hal ini menunjukkan perlunya perhatian dan tindakan cepat dari masing-masing maskapai dalam menangani situasi tak terduga yang bisa saja terjadi kapan saja dan di mana saja.
Dalam pernyataan resminya kepada media Australia, pihak Qatar Airways menyampaikan permohonan maaf yang mendalam atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan. Kejadian seperti ini seharusnya menjadi pembelajaran bagi semua pihak, baik bagi maskapai maupun penumpang. Tidak hanya masalah keselamatan penerbangan yang harus didiratkan, tetapi juga kenyamanan semua penumpang yang ada di dalam pesawat.
Melihat dari sudut pandang lebih luas, insiden ini dapat mencerminkan bagaimana para maskapai penerbangan seharusnya mempersiapkan prosedur yang lebih baik untuk penanganan situasi darurat, termasuk kematian yang terjadi di dalam pesawat, agar dapat dikomunikasikan dengan baik kepada penumpang dan dapat meminimalisir rasa trauma bagi mereka.