Sebagai seorang pemimpin ultrakonservatif, Raisi dengan tegas mengkritik kebijakan pendahulunya, terutama setelah Amerika Serikat keluar dari perjanjian nuklir pada tahun 2018 dan kembali memberlakukan sanksi terhadap Iran. Kebijakan ekonomi dan sosialnya yang diambil untuk mengatasi krisis, seperti langkah-langkah penghematan yang memicu kenaikan harga beberapa bahan pokok, mendapat respon beragam dari masyarakat.
Pada akhir tahun 2022, terjadi protes nasional pasca kematian Mahsa Amini dalam tahanan, yang berujung pada krisis dalam negeri. Namun, pada bulan Maret 2023, terdapat kejutan ketika Iran dan Arab Saudi mengumumkan kesepakatan untuk memulihkan hubungan diplomatik, meskipun ketegangan regional meningkat kembali di tengah perang Gaza.
Selain itu, Raisi selalu menegaskan dukungan Iran terhadap Palestina dan memperjuangkan isu tersebut di mata dunia Muslim. Namun, kecelakaan helikopter yang menimpanya pada tanggal 19 Mei 2024, menandai akhir dari perjalanan politiknya.
Ebrahim Raisi lahir pada tahun 1960 di Mashhad, timur laut Iran. Pendidikan agamanya di bawah bimbingan Ayatollah Ali Khamenei membentuk pandangan dan pemahamannya tentang Islam. Dalam kehidupan pribadinya, Raisi menikah dengan Jamileh Alamolhoda, seorang dosen ilmu pendidikan, dan memiliki dua anak perempuan.
Sejak muda, Raisi telah aktif dalam karir hukumnya, mulai dari posisi jaksa agung hingga menjadi kepala Otoritas Kehakiman Iran. Pada tahun 2016, ia ditugaskan oleh Khamenei untuk memimpin yayasan amal yang mengelola tempat suci Imam Reza di Mashhad. Kemudian, ia dipromosikan sebagai kepala Otoritas Kehakiman, serta menjadi anggota majelis ahli yang memilih pemimpin tertinggi Iran.