Pengurusan izin penerbangan untuk melayani angkutan umum ini sudah dimulai pihak MAF pusat sejak Juli 2017 kepada pihak Kementerian Perhubungan. “Proses perizinan berjalan dengan baik, dan saat ini telah sampai pada tataran Direktorat Jenderal perhubungan udara di Jakarta. Namun, untuk proses lebih lanjut kami harus menunggu Bapak direktur jenderal perhubungan udara yang sedang dinas luas negeri,” lanjutnya.
Selain masih menunggu keluarnya surat izin tersebut, pihak MAF juga sedang menunggu hasil audit yang dilakukan Dirjen Perhubungan Udara, yang sudah dilakukan kurang lebih sepekan terakhir.
Saat ditanya apakah audit ini ada kaitannya dengan isu diberlakukannya tiket dengan tarif non komersil yang harganya dinilai mendekati ambang batas, Tom tak menapik. Diakuinya, selama ini pihaknya memang memungut donasi dari masyarakat, dengan nominal tertentu. Namun, hal ini berdasarkan hasil audit oleh kementerian terkait. Tak hanya itu, kebijakan tersebut juga dilakukan dikarenakan izin maskapainya selama ini untuk melayani penerbangan non komersil. Hanya saja karena kebutuhan masyarakat, pihaknya tetap melayani warga pedalaman. “Di sinilah titik persoalannya. Kami tidak bisa secara penuh memberikan subsidi agar tarif tiket menjadi murah dan bisa dijangkau masyarakat pedalaman,” bebernya.
Tom menegaskan bahwa ada sekira 50 persen jumlah penumpang tidak ada sponsor untuk itu, sehingga pihak MAF terpaksa menarik donasi dari masyarakat dengan nominal tertentu. “Untuk tarif tiketnya sendiri, seperti di Krayan, penumpang kami kenakan Rp 1 juta per orang. Ini tanpa Subsidi. Kalau ke Malinau, kami kenakan Rp 500 ribu. Jika dari Malinau menuju desa-desa di Malinau juga kami kenakan seharga Rp 350 ribu. Harga ini ditetapkan karena sudah disubdisi dari Kabupaten Malinau,” ucapnya.
Untuk kegiatan sosial, Tom memastikan tidak ada biaya yang dipungut pihaknya, seperti mengantarkan warga yang menderita sakit. Semuanya ditanggung oleh pihak MAF. Namun, selama berhenti beroperasi, pihaknya belum mengangkut satu pun warga yang sakit karena kondisinya tidak masuk dalam kategori darurat. “Sebenarnya banyak permintaan. Kemarin ada usus buntu, tapi ketika saya konsultasi sama dokter, belum gawat darurat. Hari ini ada orang jari manisnya patah karen mesin chainsaw, urat tendonnya putus. Kami sudah pertimbangan untuk jemput tapi dokter bilang masih bisa menunggu penerbangan reguler di hari Sabtu. Jadi kami anggap itu belum gawat darurat,” tuturnya.