Wilayah kedaulatan sebuah negara tidak hanya terbatas pada daratan, tetapi juga meluas ke lautan di sekitarnya. Konsep ini krusial dalam hukum internasional, mengatur hak dan kewajiban negara-negara di perairan, dari penegakan hukum hingga eksploitasi sumber daya alam. Menentukan batas-batas teritorial di laut bukanlah hal sepele, melainkan sebuah proses kompleks yang diatur oleh konvensi internasional, terutama Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982.
Garis Pangkal: Fondasi Penentuan Wilayah Laut
Langkah pertama dalam menentukan batas wilayah laut adalah dengan menetapkan garis pangkal (baseline). Garis ini adalah titik awal yang menjadi patokan untuk mengukur semua zona maritim lainnya. Ada dua metode utama untuk menetapkan garis pangkal:
Garis Pangkal Air Rendah Normal: Ini adalah metode paling umum. Garis ini ditarik mengikuti garis pantai pada saat air surut terendah.
Garis Pangkal Lurus: Metode ini digunakan oleh negara-negara dengan garis pantai yang tidak beraturan, banyak pulau, atau kepulauan. Garis lurus ditarik untuk menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau tersebut, membentuk sebuah poligon tertutup yang mengelilingi seluruh kepulauan. Indonesia, sebagai negara kepulauan, menggunakan metode ini, yang diakui oleh UNCLOS.
Penetapan garis pangkal sangat penting karena setiap penghitungan jarak ke laut diukur dari garis ini.
Zona Maritim Utama Berdasarkan UNCLOS
Setelah garis pangkal ditetapkan, sebuah negara pantai memiliki hak dan yurisdiksi atas beberapa zona maritim yang diatur dalam UNCLOS. Setiap zona memiliki karakteristik dan tingkat kedaulatan yang berbeda: