Pendekatan ini terbukti meningkatkan ketepatan penentuan stadium kanker hingga 20-60 persen dan akurasi diagnosis patologis hingga 35 persen. Selain itu, kolaborasi antarprofesional ini juga mengurangi pengambilan keputusan yang terpisah-pisah, menekan prosedur yang tidak perlu, dan secara keseluruhan menghemat biaya perawatan. Prof. Kuban menambahkan bahwa metode ini berpotensi memperpanjang usia harapan hidup pasien kanker.
Di Indonesia, beberapa rumah sakit besar seperti MRCCC Siloam Hospital sudah mulai menerapkan model multidisiplin. Caroline Riady, CEO Siloam Hospital Group, menyatakan bahwa perawatan kanker harus disesuaikan dengan karakter unik tiap pasien. “Setiap pasien memiliki kondisi biologis dan riwayat penyakit yang berbeda. Dengan tim multidisiplin, kami dapat memberikan perawatan yang tidak hanya efektif, tapi juga holistik dan penuh empati,” ujarnya.
Menyikapi kendala terbatasnya tenaga ahli, CEO MRCCC Siloam Hospital, dr. Edy Gunawan, menjelaskan bahwa teknologi virtual menjadi solusi penting. Diskusi kasus pasien dilakukan melalui virtual meeting, memungkinkan para dokter berkolaborasi meski terpisah jarak. “Dengan dukungan dokter umum yang mengintegrasikan data pasien, rapat multidisiplin bisa membahas 2-4 kasus dalam satu jam secara efisien,” tambahnya.