Dunia kembali dihadapkan pada ancaman serius dari virus corona dengan kemunculan varian baru yang dikenal sebagai NB.1.8.1 atau secara populer disebut sebagai "Nimbus". Varian ini merupakan mutasi lanjutan dari Omicron dan kini telah menyebar cepat di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan sejumlah wilayah di Asia, terutama sejak musim semi 2025 atau sekitar bulan Maret lalu.
Apa yang membuat Nimbus mencemaskan adalah bukan hanya tingkat penularannya yang tinggi, tetapi juga gejala yang lebih menyiksa dibanding varian sebelumnya. Banyak pasien melaporkan mengalami nyeri tenggorokan ekstrem, yang digambarkan seperti "menelan pecahan kaca." Rasa sakit ini begitu intens sehingga membuat aktivitas dasar seperti berbicara, makan, dan bahkan menelan air menjadi sangat sulit dilakukan.
Deteksi Awal dan Penyebaran Global Varian Nimbus
Kemunculan pertama varian Nimbus dilaporkan di Amerika Serikat pada akhir Maret 2025. Varian ini teridentifikasi melalui program penyaringan bandara terhadap pelancong internasional. Sejak saat itu, penyebarannya terus meluas dan kini telah terdeteksi di lebih dari selusin negara bagian di AS, serta beberapa negara lain di belahan dunia.
Melihat tren penyebaran yang mengkhawatirkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan varian ini sebagai “variant under monitoring” (varian dalam pemantauan) pada 23 Mei 2025. Klasifikasi ini diberikan karena adanya mutasi pada protein spike virus yang dapat meningkatkan kemampuan virus dalam menular dan beradaptasi dengan sistem imun manusia.
Asal Usul Nama "Nimbus" dan Perannya dalam Pandemi
Penamaan varian "Nimbus" diperkenalkan oleh seorang ahli biologi evolusioner asal Kanada, T. Ryan Gregory. Ia dikenal sebagai sosok yang kerap memberikan nama-nama populer bagi varian Covid-19, seperti "FLiRT" yang lebih dulu dikenal publik.