Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P), dr. Yudhi Pramono, mengungkapkan bahwa 90% kasus stroke dapat dicegah melalui penerapan kontrol terhadap faktor risiko yang berkaitan. Faktor risiko tersebut termasuk tekanan darah tinggi, diabetes, dislipidemia, gangguan jantung, kurangnya aktivitas fisik, pola makan tidak sehat, stres, dan konsumsi alkohol.
"Adalah hal yang disayangkan bahwa 90% kasus stroke dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risikonya," ungkap dr. Yudhi dalam pernyataan resmi Kementerian Kesehatan pada Minggu (27/10/2024).
Lebih lanjut, dr. Yudhi juga menekankan bahwa melakukan aktivitas fisik minimal selama 30 menit, lima kali dalam seminggu, dapat mengurangi risiko stroke hingga 25%. Aktivitas tersebut membantu menjaga berat badan ideal, mengontrol tekanan darah, serta meningkatkan kesehatan jantung.
Stroke merupakan penyakit yang mengancam jiwa, di mana setiap serangan stroke dapat menyebabkan kematian 1,9 juta sel otak setiap menit. Penyakit ini menjadi penyebab utama disabilitas dan kematian kedua tertinggi di dunia, sementara di Indonesia, stroke menanggung 11,2% dari jumlah kecacatan dan 18,5% dari jumlah kematian.
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, prevalensi stroke di Indonesia mencapai 8,3 per 1.000 penduduk. Selain itu, penyakit ini juga merupakan salah satu penyakit katastropik dengan biaya pengobatan tertinggi ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, dengan anggaran pengobatan mencapai Rp5,2 triliun pada tahun 2023.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mendorong peningkatan deteksi dini dislipidemia pada pasien diabetes melitus dan hipertensi, dengan target mencapai 90% atau sekitar 10,5 juta penduduk pada tahun 2024. Namun, hingga saat ini, capaian deteksi dini baru mencapai 11,3% dari target tersebut.