Pemanfaatan layanan Pinjaman Online (Pinjol) semakin meluas seiring dengan kebutuhan pendanaan masyarakat. Namun, praktik penagihan hutang melalui pihak ketiga yang sering dilakukan oleh perusahaan Pinjol menimbulkan kekhawatiran akan praktik yang tidak etis dan merugikan konsumen. Untuk mengatur praktik penagihan utang ini, Otoritas Jasa Keuangan telah mengeluarkan aturan-aturan baru dalam peta jalan Lembaga Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPPTI).
Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 22 Tahun 2023, penyelenggara jasa keuangan diperbolehkan menggunakan jasa pihak ketiga, seperti debt collector, untuk melakukan penagihan utang kepada nasabahnya. Namun, untuk menghindari penyalahgunaan dan praktik yang merugikan konsumen, aturan-aturan ketat harus diikuti oleh perusahaan-perusahaan Penyelenggara P2P lending.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PLMVL) OJK, Agusman, menegaskan bahwa setiap penyelenggara jasa keuangan wajib menjelaskan prosedur pengembalian dana kepada debitur atau nasabahnya. Selain itu, aturan juga melarang penggunaan ancaman, bentuk intimidasi, dan unsur SARA dalam proses penagihan, serta membatasi waktu penagihan hingga pukul 20.00 waktu setempat. Hal ini sejalan dengan upaya penguatan sistem perbankan yang diatur dalam Undang-Undang No.4 tahun 2023.
Lebih lanjut, Pasal 306 UU PPSK juga mengatur sanksi bagi pelaku usaha sektor keuangan yang melakukan pelanggaran dalam proses penagihan, dengan ancaman pidana penjara dan denda yang besar. Hal ini menunjukkan seriusnya pemerintah dalam menangani praktik penagihan yang tidak etis dan melanggar hak konsumen.
POJK 22/2023 juga menyatakan bahwa penagihan kepada konsumen harus dilakukan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan perundang-undangan. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi hak-hak konsumen dan mencegah praktik penagihan yang tidak etis. Aturan ini memastikan bahwa proses penagihan tidak menggunakan cara ancaman, kekerasan, tekanan fisik atau verbal, serta tidak mengganggu kehidupan sehari-hari konsumen.