Peran ibu menjadi krusial dalam membentuk lingkungan awal anak. Lingkungan inilah yang nantinya merangsang respons anak terhadap berbagai stimulus kognitif. Dengan kata lain, ibu yang mampu menciptakan ruang belajar yang kaya akan pengalaman, permainan edukatif, komunikasi aktif, serta sentuhan emosional yang hangat, akan lebih mungkin membantu anak mengembangkan potensi intelektualnya secara maksimal.
Namun, dalam hubungan ini terdapat faktor lain yang tak kalah penting: temperamen anak. Temperamen, atau sifat dasar yang dimiliki anak sejak lahir, bisa memengaruhi seberapa besar efek dukungan ibu terhadap kecerdasan anak. Misalnya, anak dengan temperamen yang cenderung sensitif atau mudah terganggu mungkin membutuhkan pendekatan berbeda dibandingkan anak yang lebih tenang atau mudah diarahkan. Walau begitu, studi tetap menemukan bahwa dukungan yang diberikan ibu saat anak berusia sekitar empat tahun masih memiliki pengaruh tidak langsung yang signifikan terhadap perkembangan kognitif anak, meskipun sifat dasar anak juga ikut bermain dalam dinamika tersebut.
Dalam konteks ini, peran ibu bukan hanya sebatas memenuhi kebutuhan fisik seperti memberi makan, memandikan, atau mengantar sekolah. Lebih dari itu, ibu menjadi sumber utama dukungan emosional dan intelektual, yang berfungsi sebagai fondasi awal kecerdasan anak. Hubungan yang hangat dan suportif antara ibu dan anak terbukti berkontribusi pada kemampuan berpikir yang lebih tajam, konsentrasi yang lebih baik, serta pengembangan karakter positif.
Interaksi positif yang rutin dilakukan antara ibu dan anak, seperti membaca buku bersama, berdiskusi ringan, mendengarkan cerita anak, atau bahkan sekadar bermain sambil tertawa, bukan hanya mempererat ikatan emosional, tapi juga meningkatkan fungsi otak anak. Hal-hal sederhana seperti ini ternyata mampu memberikan stimulasi kognitif yang sangat berharga.