Situasi ini memunculkan pertanyaan mendalam: Apakah kita akan terus hidup di zaman "harum tapi tak manis", di mana kepopuleran lebih berharga daripada ketulusan hati? Ketika kita merenungkan realita ini, tampak jelas bahwa pentingnya kebaikan sejati tidak boleh tergerus oleh kebisingan budaya pencitraan. Mencari cara untuk menyeimbangkan antara citra yang kita tunjukkan kepada dunia dan hati yang tulus adalah tantangan yang bakal terus kita hadapi di masa mendatang.