Kesehatan mental juga menjadi aspek yang tak terpisahkan dari pembahasan work-life balance. Tekanan kerja yang berlebihan dapat memengaruhi kesehatan mental seseorang, mengakibatkan masalah seperti kecemasan, depresi, dan gangguan tidur. Hal ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada organisasi. Karyawan yang sehat secara mental cenderung lebih berkomitmen, kreatif, dan mampu menciptakan lingkungan kerja yang positif.
Beberapa perusahaan telah mulai menyadari pentingnya work-life balance dan berusaha menerapkan kebijakan yang mendukung kesejahteraan karyawan. Misalnya, beberapa perusahaan menawarkan fleksibilitas dalam jam kerja, kebijakan kerja dari rumah (remote working), dan program kesejahteraan mental. Kebijakan-kebijakan tersebut tidak hanya membantu karyawan untuk mendapatkan keseimbangan yang lebih baik, tetapi juga meningkatkan produktivitas dan retensi karyawan.
Namun, tantangan dalam mencapai work-life balance tetap ada. Banyak karyawan merasa terjebak dalam pekerjaan mereka dan mungkin merasa malu untuk meminta kondisi kerja yang lebih baik. Stigma seputar meminta waktu untuk diri sendiri atau mengurangi jam kerja masih dapat menjadi penghalang bagi sebagian orang. Hal ini menunjukkan perlunya perubahan budaya di tempat kerja, di mana keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dihargai dan didukung oleh seluruh tim.