Pada Kamis (16/5), nilai tukar rupiah ditutup pada level Rp15.924 per dolar AS, menguat 104 poin atau 0,65 persen dari penutupan perdagangan sebelumnya. Pergerakan mata uang Garuda ini sejalan dengan mata uang di kawasan Asia, yang umumnya menguat pada perdagangan sore ini.
Di negara-negara Asia, mata uang juga menguat secara kompak. Won Korea Selatan menguat 1,12 persen, peso Filipina naik 0,14 persen, baht Thailand menguat 0,72 persen, dan ringgit Malaysia 0,50 persen. Dolar Singapura mendapat penguatan sebesar 0,11 persen, yen Jepang menguat 0,30 persen, yuan China naik 0,02 persen, dan dolar Hong Kong menguat 0,06 persen. Namun, rupee India tetap bertahan di posisi sebelumnya.
Sementara mata uang negara maju cenderung melemah; poundsterling Inggris melemah 0,05 persen, dolar Australia minus 0,08 persen, euro Eropa melemah 0,10 persen, dolar Kanada minus 0,11 persen, dengan franc Swiss menjadi salah satu dari sedikit mata uang yang menguat sebesar 0,23 persen.
Lukman Leong, seorang pengamat komoditas dan mata uang, menyatakan bahwa penguatan rupiah terjadi di tengah sentimen risk-on di pasar setelah data menunjukkan inflasi di AS lebih rendah dari perkiraan. Hal ini memicu harapan akan pemangkasan suku bunga oleh The Fed yang lebih awal.