Nilai tukar rupiah akhirnya mampu menguat di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan ini setelah terus menerus ambruk. Merujuk Refinitiv, nilai tukar rupiah ditutup di Rp 16.370 per US$1 atau menguat 0,15% pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (28/6/2024). Penguatan ini memperpanjang tren positif rupiah menjadi dua hari beruntun.
Dalam sepekan nilai tukar rupiah menguat 0,46% pekan ini. Penguatan ini menghapus catatan buruk mata uang Garuda yang ambruk dalam dua pekan beruntun sebelumnya.
Nilai tukar rupiah sempat ambruk mendekati level Rp 16.500 pada pekan sebelumnya atau terlemah sejak pandemi Covid-19. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran banyak pihak, termasuk pemerintah.
Sejumlah faktor menjadi penyebab ambruknya rupiah mulai dari capital outflow, kebijakan suku bunga di AS, hingga kekhawatiran investor mengenai kebijakan fiskal pemerintah berikutnya di bawah Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Salah satu kekhawatiran terbesar adalah defisit anggaran yang dikhawatirkan bisa melewati batas ketentuan yakni 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) hingga rasio utang yang ditakutkan membengkak ke atas 60% dari PDB.
Menanggapi kekhawatiran investor, pemerintah dan kubu Prabowo menggelar konferensi pers. Pemerintah dalam hal ini diwakili Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Kubu Prabowo diwakili Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka, Thomas Djiwandono.
Baik pemerintah maupun kubu Prabowo, tidak akan membuat rasio utang APBN pada 2025 melonjak hingga 50%. "APBN 2024 dijaga defisit di bawah 3% PDB. Ini komitmen yang sama dan sudah kami sampaikan pada Presiden terpilih Prabowo beliau berikan jaminan arahan bahwa dia komitmen terhadap defisit di bawah 3%," papar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Senin (24/6/2024).