Teten juga menjelaskan bahwa untuk membangun satu pabrik hilirisasi pengolahan kratom menjadi ekstraksi, diperlukan biaya sekitar Rp10 miliar, dengan harga alat produksi ekstraksi hanya sekitar Rp3,5 miliar. Potensi pasar yang besar terlihat di Eropa dan Amerika. Teten menegaskan, bahwa pihaknya ingin melakukan hilirisasi sumber daya alam, termasuk hasil perkebunan, pertanian, dan komoditas laut, sehingga dapat menjadi bahan setengah jadi untuk disupply ke industri. Dari ekstrak kratom, bisa dikembangkan produk-produk seperti minuman energi.
Teten juga memastikan, bahwa tanaman herbal kratom aman dan tidak masuk ke dalam kategori narkotika golongan I. Dia menjelaskan bahwa larangan impor kratom ke Amerika Serikat bukan disebabkan oleh status kratom sebagai narkotika, melainkan karena adanya bakteri E. Coli.
Teten optimistis bahwa hilirisasi produk kratom dapat dilakukan, terutama setelah Koperasi Produsen Anugerah Bumi Hijau (Koprabuh) melakukan riset yang cukup mendalam. Hal ini juga bisa menjadi bahan baku bagi supply chain industri farmasi, makanan dan minuman, serta sektor-sektor lainnya. Dalam keterangan tertulis sebelumnya, Teten menyebut bahwa permintaan kratom di dunia semakin meningkat. Data Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa nilai ekspor kratom selalu mengalami pertumbuhan dengan tren sebesar 15,92% per tahun sejak 2019.