Hal itu lantaran sahamnya telah disuspensi lebih dari 30 bulan. Perusahaan juga terlilit Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), dan laporan keuangan terakhir menunjukkan ekuitas negatif.
Sritex merupakan satu-satunya pemegang lisensi di Asia yang berhak memproduksi seragam militer Jerman. Pada 2018, laba perusahaan melesat menjadi US$84,56 juta (Rp1,3 triliun). Perusahaan masih mencetak kenaikan laba pada 2019 menjadi US$87 juta.
Selain itu, Kinerja Sritex mulai turun saat masa pandemi Covid-19 pada 2020. Keuangan Sritex semakin memburuk sejak 2021 dengan kerugian mencapai US$1,08 miliar atau Rp15,66 triliun (asumsi kurs Rp14.500/US$). Telah memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja perusahaan tekstil, termasuk Sritex. Pembatasan-pembatasan yang diberlakukan dalam upaya memutus rantai penyebaran virus juga telah membatasi aktivitas produksi dan distribusi perusahaan. Hal ini membuat performa perusahaan mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Bagi ribuan karyawan yang bekerja di PT Sritex, kabar pailitnya perusahaan tempat mereka bekerja merupakan pukulan yang sangat berat. Bukan hanya kehilangan pekerjaan, tetapi juga stabilitas ekonomi dan masa depan mereka yang menjadi taruhannya. Diperlukan upaya yang serius baik dari pihak perusahaan maupun pemerintah untuk menemukan solusi terbaik agar dampak dari keputusan pailit ini dapat dikelola secara adil dan bertanggung jawab.