Pemberitaan ekonomi, sering kali kita mendengar istilah resesi dan depresi. Keduanya merujuk pada kondisi ekonomi yang tidak baik, di mana pertumbuhan melambat atau bahkan menurun. Namun, meskipun sama-sama menggambarkan kemerosotan, keduanya memiliki perbedaan mendasar yang signifikan. Resesi bisa dibilang seperti flu biasa dalam perekonomian, sementara depresi adalah penyakit kronis yang jauh lebih parah dan sulit disembuhkan. Memahami perbedaan antara keduanya adalah kunci untuk dapat membaca kondisi ekonomi dengan lebih akurat.
Resesi: Penurunan Jangka Pendek dan Ringan
Secara teknis, resesi didefinisikan sebagai penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) riil suatu negara selama dua kuartal berturut-turut atau lebih. PDB adalah nilai total barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam periode tertentu, dan penurunan PDB adalah sinyal bahwa ekonomi sedang menyusut.
Ciri-ciri utama dari resesi biasanya mencakup:
Penurunan PDB: Ini adalah kriteria teknis yang paling penting. Ketika PDB menurun, itu berarti perusahaan memproduksi lebih sedikit, penjualan menurun, dan aktivitas ekonomi secara keseluruhan melambat.
Peningkatan Pengangguran: Saat perusahaan mengurangi produksi atau penjualan, mereka cenderung melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah karyawan. Akibatnya, angka pengangguran akan naik, meskipun kenaikannya tidak selalu drastis.
Penurunan Belanja Konsumen: Masyarakat menjadi lebih berhati-hati dalam membelanjakan uangnya. Pembelian barang-barang yang tidak esensial, seperti kendaraan baru atau barang mewah, sering kali ditunda.
Kegagalan Bisnis: Beberapa bisnis, terutama yang memiliki fondasi finansial lemah, mungkin akan gulung tikar. Namun, ini belum mencapai skala yang masif.