Politik lingkungan juga menjadi faktor penting dalam membentuk kebijakan ekonomi hijau. Di banyak negara, ada kekuatan lobi yang kuat yang menentang pengurangan ketergantungan terhadap sumber daya tidak terbarukan. Hal ini menjadikan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat diperlukan untuk mengembangkan kebijakan yang benar-benar mendukung transisi menuju ekonomi hijau.
Sebagai contoh, pada KTT Iklim (COP) yang diadakan secara rutin, kita menyaksikan banyak negara berjanji untuk mengurangi emisi CO2 dan berinvestasi dalam teknologi hijau. Namun, tindakan konkret sering kali tidak sesuai dengan janji yang dibuat, menciptakan skeptisisme di kalangan aktivis lingkungan dan masyarakat umum. Banyak yang berpandangan bahwa sejumlah besar keterlibatan pemerintah dalam kebijakan iklim hanyalah untuk kepentingan citra, tanpa disertai aksi nyata.
Dalam konteks Indonesia, kebijakan ekonomi hijau juga dihadapkan pada tantangan yang serupa. Di satu sisi, pemerintah berusaha untuk menjadi pionir dalam melestarikan lingkungan dengan berbagai program seperti penanaman mangrove dan pengembangan energi terbarukan. Di sisi lain, industri berbasis sumber daya alam yang intensif masih menjadi pilar utama perekonomian negara. Ini menimbulkan dilema antara ekonomi pertumbuhan dan kelestarian lingkungan.