Tak hanya konsumen yang merasakan tekanan, para pedagang juga kesulitan menjaga omzet. Harga kulakan dari pemasok terus berubah tiap minggu, sementara daya beli masyarakat justru melemah. Banyak pembeli memilih mengurangi jumlah belanja atau bahkan menunda pembelian kebutuhan pokok.
“Sekarang yang beli paling sedikit, mereka minta setengah dari biasanya. Ada yang beli telur cuma tiga butir. Ini beda banget dibanding tahun lalu,” ungkap Rudi, pedagang sembako di Pasar Senen.
Inflasi Membayangi, Pemerintah Dinilai Terlambat Bertindak
Lonjakan harga ini disebut sebagai sinyal bahwa inflasi masih belum terkendali sepenuhnya. Meskipun pemerintah mengklaim telah menggelontorkan sejumlah program stabilisasi harga, namun kenyataannya di lapangan berbeda.
Distribusi bahan pokok yang terhambat, spekulasi pedagang besar, dan ketergantungan terhadap bahan impor membuat kestabilan harga sulit dijaga. Apalagi, perubahan iklim dan cuaca ekstrem turut berdampak pada hasil panen dan ketersediaan stok pangan.
“Kalau pemerintah hanya fokus pada angka makroekonomi, maka mereka lupa bahwa rakyat hidup dari kebutuhan mikro harian,” komentar seorang ekonom independen.
Strategi Jangka Panjang atau Hanya Tambal Sulam?
Sejumlah pengamat ekonomi menilai bahwa solusi yang ditawarkan selama ini lebih bersifat reaktif ketimbang strategis. Operasi pasar murah atau bantuan langsung tunai memang bisa meringankan sesaat, tetapi tidak menyentuh akar masalah: ketahanan pangan dan sistem distribusi yang efisien.