Pada Senin, 27 Januari 2025, mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan kontroversial yang kembali melarang keberadaan ideologi transgender di militer AS. Dalam konferensi pers di Washington, Trump menyatakan telah menandatangani perintah eksekutif yang memperbarui larangan terhadap warga transgender yang ingin bergabung atau tetap bertugas di angkatan bersenjata AS. Langkah ini segera menuai kritik tajam dari komunitas LGBTQ+ dan berbagai kelompok hak asasi manusia, yang menyebut kebijakan ini sebagai kemunduran besar dalam upaya mencapai inklusi dan kesetaraan di militer.
Trump berpendapat bahwa larangan ini bertujuan untuk memperkuat efisiensi dan solidaritas di tubuh militer. “Militer Amerika harus tetap menjadi lembaga yang efisien, fokus, dan bebas dari segala bentuk radikalisme gender,” ujar Trump. Ia juga mengkritik keberadaan pasukan transgender sebagai “beban” yang dinilai mengganggu kesiapan dan harmoni internal angkatan bersenjata.
- Kebijakan yang Mengulang Langkah Lama
Larangan transgender di militer bukanlah kebijakan baru bagi Trump. Selama masa kepresidenan pertamanya, ia juga sempat menerapkan kebijakan serupa pada 2017, yang kemudian dicabut oleh Presiden Joe Biden pada 2021. Namun, kebijakan terbaru ini menegaskan bahwa Trump tetap pada pendiriannya terkait peran warga transgender dalam angkatan bersenjata.
Menurut laporan, jumlah personel transgender di militer AS diperkirakan mencapai 15.000 dari total dua juta anggota berseragam. Para pendukung kebijakan ini mengklaim bahwa keberadaan pasukan transgender berpotensi menambah tantangan logistik dan operasional, termasuk kebutuhan medis khusus dan potensi konflik di lapangan.