Ketika Cinta Mengalahkan Logika
Larangan keras dari Coen tak mampu memadamkan gairah cinta dua remaja ini. Pieter bahkan menyuap penjaga benteng agar bisa menyelinap ke kediaman J.P. Coen untuk menemui Sara secara rahasia pada malam hari. Aksi berbahaya ini dilakukan berulang kali, dengan hanya sedikit orang yang mengetahuinya.
Namun, rahasia tak bisa disimpan selamanya. Pada suatu malam, ketika mereka tengah bermesraan di kediaman Coen, aksi mereka tertangkap basah oleh petugas. Laporan segera disampaikan ke J.P. Coen, dan kabar skandal asmara ini langsung mengguncang Batavia.
J.P. Coen murka bukan main. Baginya, ini bukan sekadar pelanggaran disiplin, tapi juga penghinaan terhadap martabat pejabat tinggi karena anak dari koleganya menjalin hubungan dengan prajurit rendahan. Maka, tanpa panjang pertimbangan, dia menjatuhkan vonis kejam: hukuman mati melalui pemenggalan kepala.
Upaya Pengampunan yang Sia-Sia
Beberapa pendeta di Batavia mencoba mengajukan banding atas nama kemanusiaan. Mereka berargumen bahwa baik Pieter maupun Sara masih sangat muda, belum cukup matang secara emosional. Namun Coen menolak bulat-bulat. Keputusan telah dibuat dan harus ditegakkan demi menjaga wibawa dan ketertiban.
Hari eksekusi pun tiba. Pieter dan Sara diarak dari penjara menuju Balai Kota — kawasan yang kini dikenal sebagai Kota Tua Jakarta. Di sepanjang perjalanan, mereka dicambuk. Tubuh Sara dipermalukan dengan dilucuti pakaiannya. Sementara itu, wajah Pieter dicoret-coret dengan arang dan kapur, hingga terlihat belang.
Tindakan ini dimaksudkan sebagai tanda bahwa ia telah melakukan perbuatan asusila dan aib yang tak terampuni. Ketika akhirnya eksekusi dilakukan, teriakan histeris dan jeritan minta ampun terdengar dari kerumunan. Namun, tak ada yang bisa menghentikan pedang algojo yang kemudian memenggal kepala keduanya.