Tampang

Tantangan Ideologi: Kapitalisme versus Keadilan Sosial di Indonesia

8 Nov 2017 17:12 wib. 2.657
0 0
syahganda nainggolan

(Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle. Pengantar diskusi pada Program Pasca Sarjana Universitas Pasundan, Bandung, 8/11/17)


Corak pembangunan berwajah kapitalis dengan spirit kapitalisme dan neoliberalisme sepertinya sudah menjadi keniscayaan selama masa reformasi ini. Wajah ini ditandai dengan massifnya peranan modal dalam menentukan arah pembangunan itu dan manfaat yang diciptakannya. Pemilik modal, sang kapitalis maupun korporasinya, telah berkontestasi dengan negara sebagai perencana pembangunan, sistem social dan sistem politik. Peranan institusi sosial dan komunitas semakin terpinggirkan. Bahkan, negarapun acapkali harus tunduk pada kepentingan kapitalis dan sistem kapitalisme ini.

Kapitalisme adalah sebuah system/ideologi, bercirikan kepemilikan pribadi, kompetisi dalam pasar, maksimasi akumulasi kekayaan pemilik modal dan membayar pajak untuk Negara. Dalam perkembangannya, kapitalisme diwarnai dengan Neoliberalisme, sebuah mazhab “political economy” yang dengan aggresif mendorong hilangnya peranan negara dalam urusan bisnis. Urusan bisnis ini termasuk memperluas “public domain/public place”  menjadi “market place”. Ciri utamanya yakni merajalelanya peranan kepentingan bisnis dalam mengatur Negara, yang antara lain ditandai dengan privatisasi badan usaha Negara (BUMN) dan penjualan asset asset negara. Di eropa dan Amerika hal ini sudah terjadi sejak tahun 80 an dan di Indonesia setelah era reformasi. Dalam perkembangan terkininya, umpamanya di Amerika, sebelum masa Donald Trump.

Namun, meskipun kapitalisme dan neoliberalisme ini berpedoman Negara dengan “small government”, faktanya sistem ini menggunakan negara, baik dalam memperbesar akumulasi asset para kapitalis, dan terutama ketika krisis ekonomi terjadi.    Jeffry Sach (2011) mengatakan bahwa peranan kelompok bisnis dalam mengatur negara di Amerika semakin dominan. Hal ini khususnya, ditunjukkan pada peristiwa kehancuran ekonomi Amerika yang diakibatkan kejahatan pelaku bisnis pada krisis keuangan 2008, tapi negaralah dan rakyat terpaksa menanggung beban akibat krisis tersebut. Negara Amerika menggelontorlan uang berkisar 840 Milyar dollar dalam program “bail out” hutang hutang swasta dan “stimulasi ekonomi” sepanjang 2009-2012 . Di Indonesia, negara dalam kasus krisis keuangan yang dilakukan dunia usaha, 1998, juga menanggung beban sebesar rp. 600 trilyun dalam bentuk hutang yang harus dibayar setiap tahunnya melalui APBN. 

Alhasil, dari pemetaan sosiologi politik yang membagi negara dan masyarakat kedalam “sphere”/wilayah negara (state sphere), market sphere atau swasta, public sphere (wilayah umum/masyarakat) dan private life, kita menyaksikan dominasi kelompok pemilik modal telah menjangkau semua wilayah tersebut. 

Keadilan Sosial

<12>

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Apakah Aturan Pemilu Perlu Direvisi?