Tampang

Kekuatan Rahasia dalam Menghadapi Hidup

8 Jul 2017 12:51 wib. 4.319
0 0
menghadapi hidup

Ikhlas, sudah sering aku mendengar kata ikhlas. Mungkin, jika dimaknakan secara harfiah, ikhlas bermakna bersih. Atau kalau dilihat dari istilah agama Islam, ikhlas bermakna tulus mengerjakan sesuatu karena Allah. Biasanya contoh ikhlas adalah tulus dalam mengerjakan sesuatu yang tampak sangat berat. Nah, ternyata pengertian ikhlas tidaklah sesempit itu atau tidaklah untuk hal-hal yang sangat berat saja. Ikhlas bisa dilakukan kapanpun, untuk hal yang kita anggap berat ataupun hal yang berhubungan dengan kegiatan keseharian atau rutinitas kita.

Nah, lebaran kemarin sangat terasa apa bedanya jika kita menjalani sesuatu dengan ikhlas dan tidak. Lebaran kemarin, rumahku menjadi rumah di mana keluarga besarku berkumpul. Sejak tahun kemarin, ada kesepakatan bahwa rumah yang akan menjadi pusat kumpul keluarga akan bergilir. Nah, rumahku lah yang tahun ini kebagian menjadi pusat kumpul keluarga ketika lebaran. Ibuku memiliki 10 saudara kandung, dan kakak dan adik ibuku tersebut, tentu sudah beranak pinak, nah anaknya pun sama! Anak dari kakak dan adik ibuku pun sama, sudah memiliki anak! Terbayangkah kalian betapa pohon keluarganya ibuku pasti sudah sangat rimbun? Terbayangkah, ketika lebaran kemarin ada berapa puluh kepala yang ada di rumahku dalam waktu yang sama? Dan terbayangkah kegiatan wajib dalam lebaran apakah itu selain sungkem dan meminta maaf. Yups! Benar tentunya lebaran tidak akan afdol tanpa adanya makan ketupat dan kawan-kawannya!

Nah, di situlah cerita ikhlas dimulai! Ketika kira-kira 50 orang datang untuk berkumpul disertai makan dan minum. Keluargaku tidak memiliki mbak atau asisten rumah tangga sejak dulu. Kami terbiasa mengerjakan berbagai pekerjaan rumah dengan mandiri. Sedikit berbagi cerita (lagi) intinya saat itu hanya aku lah PIC alias person in charge di dapur (baca: lebih tepatnya di depan bak cuci piring). Alhamdulillah saat lebaran tiba, suasana hatiku sangat riang, tak ada lagi gundah gulana atau pun ganjalan di hati. Hari itu, misiku hanya ingin segera menyelesaikan misi di dapur, itu saja. Ketika cuci piring (tentunya piring tak sendiri, ia ditemani juga oleh sendok, garpu, gelas, dan mangkok, kadang, botol, panci, dan wajan juga ikut serta) sesi pertama selesai, aku bernafas lega! Alhamdulillah selesai. Aku pun kemudian menuju ke ruang tengah untuk ikut berbincang bersama saudara, namun apa yang terjadi? Di meja sudah penuh lagi dengan piring dan kawan-kawannya.

Ok, tak masalah...aku pun menggotong mereka ke bak cuci piring lagi dan lagi. Saat itu yang ada di pikiranku adalah aku ingin saudaraku bisa menikmati kesempatan mereka bersilaturahmi di rumahku dengan senang. Entah berawal dari mana pikiran itu, tapi itu yang kurasakan hari itu. Dan alhamdulillah, mungkin hingga sepuluh kali aku bertugas di depan bak cuci piring, tapi aku tak merasakan lelah. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, padahal di tahun sebelumnya, rumahku hanya dikunjungi oleh beberapa orang saja, itu pun tak dalam waktu yang bersamaan seperti tahun ini. Aku sering mengeluh ketika mengerjakan sebuah pekerjaan, dan ternyata keluhan itu tanpa disadari bisa mengurangi kekuatan kita dalam melakukan sesuatu.

<12>

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Apakah Pilpres 2024 Berlangsung: