Nah, di situlah cerita ikhlas dimulai! Ketika kira-kira 50 orang datang untuk berkumpul disertai makan dan minum. Keluargaku tidak memiliki mbak atau asisten rumah tangga sejak dulu. Kami terbiasa mengerjakan berbagai pekerjaan rumah dengan mandiri. Sedikit berbagi cerita (lagi) intinya saat itu hanya aku lah PIC alias person in charge di dapur (baca: lebih tepatnya di depan bak cuci piring). Alhamdulillah saat lebaran tiba, suasana hatiku sangat riang, tak ada lagi gundah gulana atau pun ganjalan di hati. Hari itu, misiku hanya ingin segera menyelesaikan misi di dapur, itu saja. Ketika cuci piring (tentunya piring tak sendiri, ia ditemani juga oleh sendok, garpu, gelas, dan mangkok, kadang, botol, panci, dan wajan juga ikut serta) sesi pertama selesai, aku bernafas lega! Alhamdulillah selesai. Aku pun kemudian menuju ke ruang tengah untuk ikut berbincang bersama saudara, namun apa yang terjadi? Di meja sudah penuh lagi dengan piring dan kawan-kawannya.
Ok, tak masalah...aku pun menggotong mereka ke bak cuci piring lagi dan lagi. Saat itu yang ada di pikiranku adalah aku ingin saudaraku bisa menikmati kesempatan mereka bersilaturahmi di rumahku dengan senang. Entah berawal dari mana pikiran itu, tapi itu yang kurasakan hari itu. Dan alhamdulillah, mungkin hingga sepuluh kali aku bertugas di depan bak cuci piring, tapi aku tak merasakan lelah. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, padahal di tahun sebelumnya, rumahku hanya dikunjungi oleh beberapa orang saja, itu pun tak dalam waktu yang bersamaan seperti tahun ini. Aku sering mengeluh ketika mengerjakan sebuah pekerjaan, dan ternyata keluhan itu tanpa disadari bisa mengurangi kekuatan kita dalam melakukan sesuatu.