Tampang.com - PROVINSI Jawa Barat ada Kebun Raya Bogor. Nah, Sumatera Selatan punya Kebun Raya Sriwijaya (KRS). Hanya saja, proyek yang digagas sejak 2010 itu, berjalan lambat. Baru beberapa fasilitas dibangun. Meskidemikian, Pemprov tetap optimis seluruhnya rampung 2018.
LOKASI KRS terletak di Desa Bakung Kecamatan Inderalaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumsel. Persis di kawasan Agro Techno Park (ATP) II, dekat komplek ATP I. Dari jalan raya Lintas Timur Sumatera (Jalinsum) Palembang-Muara Enim, masuk ke KRS tersebut sekitar 8 km.
Masuk kawasan KRS yang masih semak belukar, ada plang-plang zona dari A sampai O. Tiap zona, rencananya dibangun fasilitas yang berbeda, seperti zona C untuk perpustakaan. Yang bangun Gapkindo Sumsel. Sedangkan main hall oleh Gapki Sumsel.
Lalu zona E. Dibangun rumah kaca oleh PT Pertamina. Zona G dibangun kafetaria oleh Pemkab Ogan Ilir, dan seterusnya. Dari sejumlah zona itu, yang baru terwujud zona B. Kantor pengelola KRS. Dibangun PT Bukit Asam senilai Rp7,87 miliar dengan kontraktor PT Surya Nusa Silampari.
Di sana sudah berdiri 3 gedung utama. Tinggal proses finishing. Saat koran ini masuk, sejumlah pekerja sedang sibuk mengecor dinding. "Sejak awal tahun kami sudah bekerja membangun gedung ini," ujar Mulkan (40), pekerja kontraktor. "Akhir tahun target selesai," katanya lagi.
Terdapat sebuah danau sudah dikeruk. Hanya, di sana belum ada pengerjaan apapun. Masuk ke jalan (site entrance) menuju Rumah Paranet yang dibangun oleh LIPI. Rumah itu, menjadi lokasi pembibitan tanaman. Hampir kelar. Ada rumah kaca untuk tanaman, dan miniatur Jembatan Ampera.
Walaupun banyak fasilitas belum selesai, Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Daerah (Balitbangnovda) Sumsel Ir Lukitariati MSi tetap optimis 2018 pembangunan KRS bisa selesai. Target peresmian berbarengan dengan Hari Lingkungan Hidup 2018.
"Tidak harus 100 persen," ujarnya. Paling tidak, syarat minimal peresmian terpenuhi. Yakni, ada kebun raya, penanaman pohon, gapura, zona penerima, infrastruktur mulai jalan masuk, pengaturan aliran pengunjung, kanal, pintu air dan lainnya.
"Program ini, sudah kami rencanakan mulai bangun 2010. Namun baru digarap optimal lima tahun kemudian, 2014," ujar Lukita. "Tahun 2014 baru keluar Peraturan Gubernur (Pergub) KRS, lalu dibentuk UPTD. Makanya baru bisa berjalan mulai tahun itu."
KRS dibangun di atas lahan 100 hektare dengan kondisi lahan kering dan rawa-rawa gambut. Di dalamnya terdapat pusat konservasi riset lahan basah di Indonesia serta kawasan konservasi berbagai jenis/aneka ragam tanaman obat dan basah. "Nanti akan ditanami berbagai tanaman khas wilayah Sumsel di lahan basah dan gambut. KRS akan punya kekhasan. Dan hanya satu-satunya di Indonesia bahkan Asia Tenggara," sebutnya. Tapi pengelolahan tanaman di lahan gambut tidak mudah dan perlu perlakuan khusus.
Di sini juga ada pusat penelitian dan pengembangan pendidikan, perpusatakan, rumah paranet, pusat riset ikan belida, lahan pembibitan, lahan komposting, solar cell dan lainnya. Dengan demikian, diyakini KRS akan menjadi tempat rekreasi edukatif dan inovatif. Di samping, menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem.
Dia tak menampik, beberapa infrasktruktur pendukung setiap zona belum sepenuhnya dibangun. Sebab, Pemprov Sumsel tak tergantung APBD seluruhnya. Melainkan pakai pola kerja sama. Melibatkan pemerintah pusat dan banyak perusahaan supaya mau mengucurkan CSR-nya. "Cepat atau lambat tergantung perusahaan swasta yang bangunnya mau kapan. Kita berharap semuanya bisa cepat agar 2018 semuanya selesai."
Menurut Lukita, sejauh ini, beberapa mitra instansi terlibat. Seperti Kementerian PUPR. Sudah membangun kanal-kanal. Lalu PT Bukit Asam (PTBA) tengah bangun kantor pengelola. Kemudian LIPI, Balai Penelitian Kehutanan Palembang, Pemprov, juga Kabupaten Ogan Ilir yang ikut terlibat. "Ini program nasional kerja sama dengan LIPI," cetusnya.
Selain itu, beberapa perusahaan swasta bidang migas yang komitmen ikut mengembangkan KRS, meski sejauh ini belum terealisasi. Seperti Conoco Philips, PT Medco E&P Indonesia, Pertamina JOBP Talisman Jambi Merang, PT Pertamina (Persero), PT Seleraya Merangin Dua. "Perusahaan ini punya tugas pada penanaman sesuai master plan dan telah ditentukan luas-luasan yang harus dikembangkan," sebutnya.
Kata Lukita, perusahaan itu mengerjakan proyek di KRS dengan sistem izin pinjam pakai kawasan hutan (IPKH). "Perusahaan migas punya kewajiban penanaman sepanjang daerah aliran sungai (DAS). Nah kewajiban mereka dialihkan ke kebun raya ini."
Lanjutnya, ikut terlibat swasta lain. Mereka membangun infrastruktur, meski belum terealisasi. Seperti Bank SumselBabel, Gapkindo Sumsel bangun perpustakaan, Gapki bangun main hall, Pertamina bangun rumah kaca, dan lain sebagainya.
"Semuanya itu didanai CSR perusahaan masing-masing," kata dia. Setelah jadi, pengelolaan secara teknis berada di bawah pembinaan LIPI melalui pusat konservasi tumbuhan Kebun Raya Bogor. "Bantuan dari LIPI berupa tenaga pendamping."
Kepala Bappeda Pemkab OI, H A Rahman Rosydi menerangkan keberadaan KRS tentu akan menjadi alternatif lokasi wisata baru di kabupaten OI. "Ini program provinsi, tapi Pemkab OI sangat diuntungkan makanya kita pun harus terlibat," ujarnya. Kontribusinya berupa membangun kafetaria untuk para pengunjung KRS. "Kami sudah membangun kafetaria," tukasnya.
Sebetulnya, Kebun Raya Sriwijaya ini digagas setelah inventarisasi tumbuhan oleh Balitbangnovda Sumsel tahun 2009 lalu bersama LIPI. Hasilnya ditemukan 342 jenis tumbuhan dari berbagai habitus yang selama ini dimanfaatkan masyarakat Sumsel menjadi obat. Dari sana, maka muncul ide untuk mengembangkan KRS. Estimasi dananya untuk mewujudkan pembangunan itu sekitar Rp394 miliar lebih. Dimana Rp158,7 miliar dana APBN ditambah Rp67,6 miliar dari APBD provinsi, sisanya mitra perusahaan Rp167,7 miliar.