Dalam langkah tegas yang mengguncang dunia teknologi global, pemerintahan Donald Trump secara resmi mencabut kebijakan ekspor chip kecerdasan buatan (AI) yang sebelumnya diberlakukan oleh pemerintahan Joe Biden. Perubahan kebijakan ini membawa dampak besar terhadap hubungan dagang teknologi tinggi antara Amerika Serikat dan China, terutama dalam hal distribusi chip AI yang menjadi tulang punggung inovasi di berbagai industri.
Salah satu perusahaan yang terkena dampak paling signifikan dari keputusan ini adalah Nvidia, raksasa semikonduktor asal AS yang telah menjadikan China sebagai salah satu pasar utamanya. Chip H20, yang sebelumnya dirancang secara khusus oleh Nvidia agar dapat mematuhi regulasi ekspor AS dan tetap dijual ke pasar China, kini resmi dilarang untuk dikirimkan ke negara tersebut. Padahal, chip H20 merupakan satu-satunya produk berbasis AI dari Nvidia yang masih bisa beredar di pasar China pasca pembatasan ekspor sebelumnya.
Langkah ini menciptakan tekanan besar terhadap Nvidia. China bukan sekadar pasar biasa bagi perusahaan ini, melainkan kontributor utama terhadap pendapatan globalnya. Data menunjukkan bahwa pada tahun fiskal yang berakhir pada 26 Januari 2025, China menyumbang sekitar 13% dari total penjualan chip Nvidia. Dalam nilai nominal, penjualan Nvidia di China mencapai US$17 miliar, angka yang tidak bisa diabaikan bahkan oleh perusahaan sebesar Nvidia.
Dampak dari larangan ini tidak hanya bersifat finansial, tetapi juga strategis. Dengan tidak adanya produk yang dapat secara legal dijual ke China, Nvidia menghadapi risiko kehilangan pijakan di pasar AI terbesar kedua di dunia. Ini juga membuka peluang bagi perusahaan lokal China untuk mengambil alih pangsa pasar yang ditinggalkan Nvidia, mempercepat inisiatif semikonduktor mandiri yang selama ini telah digencarkan oleh pemerintah Tiongkok.