“Kok situ nolak negara Islam. Bukannya ente ngaku Islam”. Begitu komentar yang masuk di salah satu artikel yang saya tulis dua-tiga tahun yang lalu.
Komentar itu disampaikan oleh akun yang mengaku sebagai pendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), ormas yang dikenal bercita-cita membangun negara Islam yang menurutnya sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran.
Okelah negara Islam yang dicita-citakan HTI itu berdasarkan pada Al Quran. Kata mereka, tidak ada hukum lain selain Al Quran yang menjadi rujukan dalam pengelolaan negara. Dan, jika menggunakan hukum lain selain Al Quran, maka termasuk golongan kafir.
Untuk menjalankan sebuah negara pastinya diperlukan satu pemahaman atas hukum. Tanpa itu, akan muncul beragam pemahaman atas satu produk hukum. Itulah Republik Indonesia membentuk Mahkamah Konstitusi. Lewat MK, segala perbedaan tafsir tentang produk hukum negara diputuskan.
Lantas, bagamana dengan negara Islam? Sepanjang perkembangan Islam, ada berbagai tafsir Al Quran. Dan setiap tafsir memiliki kebenarannya sendiri, dari sudut pandangnya sendiri. Dengan adanya berbagai penafsiran atas firman Allah dalam Al Quran, termasuk di dalamnya tafsir atas pengelolaan negara, siapakah yang berhak memutuskan kebenaran atas firman Allah?
Sebut saja soal aurat. Semua Ulama sepakat bahwa manusia harus menutupi auratnya. Tapi, tidak semua ulama sepakat dengan batas-batas aurat, khususnya bagi perempuan. Ada yang berpendapat aurat perempuan dari mata kaki sampai rambut, kecuali wajah. Tetapi, ada juga yang berpendapat aurat perempuan dari lutut sampai leher.
Masih soal aurat perempuan, Ada juga kelompok yang menyatakan wajah termasuk aurat perempuan. Karenanya perempuan wajib menggunakan cadar. Lalu, muncul lagi pendapat yang menilai mata perempuan pun termasuk bagian dari aurat. Lantas burqa pun diwajibkan dipakai oleh muslimah.
Dan itu baru seputar urusan aurat. Celakanya lagi, kepada yang berbeda pendapat, tudingan kafir selalu dilontarkan. Contohnya, karena perbedaan tafsir dalam soal aurat, Quraish Shihab disebut sebagai kafir. Menariknya, yang menuding Quraish sebagai kafir adalah kader dari kelompok yang dkenal sebagai pendukung negara Islam.
Bisa dibayangkan apa yang terjadi dengan ummat Islam, jika negara Islam terbentuk.
Di Afganistas, Preisen Rabbani yang tengah membangun negaraatas dasar Islam digulingkan Pendukungnya yang dikenal sebagai kelompok Mujahidin dibantai. Pelakunya adalah kelompok Taliban yang menganggap Rabbani telah menyimpang dari ajaran Islam, atau tidak sesuai dengan Al Quran dan Hadist.