Janji CEO yang Belum Terpenuhi
Pendiri sekaligus CEO Byju, Byju Raveendran, mencoba menenangkan para karyawannya. Dalam pernyataannya, ia berjanji bahwa gaji akan segera dibayarkan setelah perusahaan kembali berada di bawah kendalinya. Namun, kenyataannya, Byju saat ini dikendalikan oleh petugas yang ditunjuk pengadilan, karena perusahaan sudah memasuki tahap likuidasi. Proses ini mirip dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Indonesia.
Sayangnya, proses likuidasi seringkali memakan waktu lama dan tidak menjamin hak karyawan terpenuhi sepenuhnya sebelum utang perusahaan dilunasi. Situasi ini semakin mempersulit para pegawai yang sudah lama menanti kejelasan nasib mereka.
Investasi yang Kehilangan Nilainya
Kejatuhan Byju tidak hanya berdampak pada karyawannya, tetapi juga pada para investor. Salah satu investor besar, Prosus, yang memiliki 9,6% saham Byju, mencatatkan nilai investasinya menjadi nol dalam laporan kuartalan mereka. Sebelumnya, saham Prosus di Byju pernah mencapai nilai USD 2,1 miliar (setara Rp 34 triliun).
Penurunan drastis ini disebabkan oleh berbagai masalah tata kelola yang melibatkan manajemen Byju. Misalnya, laporan keuangan perusahaan terus-menerus ditunda rilisnya. Ketika akhirnya laporan tersebut dipublikasikan, pendapatan yang dilaporkan jauh di bawah proyeksi awal. Hal ini menimbulkan kecurigaan investor bahwa Byju tidak transparan dalam pengelolaan keuangan.