Tampang.com | TikTok, salah satu platform media sosial terbesar di dunia, kembali menjadi sorotan setelah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang berdampak pada karyawan di seluruh dunia. Sejumlah pegawai di unit keamanan yang menangani moderasi konten menjadi korban kebijakan restrukturisasi ini.
Dilansir dari Reuters, dua sumber menyebutkan bahwa Kepala Operasi TikTok, Adam Presser, yang juga membawahi unit tersebut, mengirimkan memo kepada staf pada Kamis (20/2/2025) untuk menginformasikan keputusan tersebut. PHK mulai dilakukan pada hari yang sama dan memengaruhi tim di berbagai wilayah, termasuk Asia, Eropa, Timur Tengah, dan Afrika.
TikTok dan Langkah Besarnya dalam Restrukturisasi
TikTok tidak segera menanggapi permintaan konfirmasi terkait PHK massal ini. Namun, keputusan tersebut tampaknya merupakan bagian dari upaya perusahaan dalam menyesuaikan diri dengan tantangan industri teknologi yang terus berkembang, terutama terkait isu keamanan dan regulasi yang semakin ketat.
Langkah PHK ini terjadi di tengah ketidakpastian mengenai masa depan TikTok, terutama di Amerika Serikat. Aplikasi video pendek yang digunakan oleh hampir separuh penduduk AS itu berada dalam posisi sulit setelah pemerintah AS mengeluarkan undang-undang pada 19 Januari yang mengharuskan ByteDance, perusahaan induk TikTok yang berbasis di China, untuk menjual aplikasi tersebut atau menghadapi potensi pemblokiran di negara tersebut. Kebijakan ini diambil atas dasar alasan keamanan nasional.
PHK dan Isu Regulasi di AS
TikTok menghadapi tekanan besar dari pemerintah AS dan para legislator yang mencurigai adanya ancaman keamanan nasional terkait kepemilikan ByteDance. Pada Januari tahun lalu, CEO TikTok, Shou Chew, memberikan kesaksian di depan Kongres AS bersama dengan CEO Meta, Mark Zuckerberg, serta beberapa kepala teknologi lainnya. Dalam dengar pendapat tersebut, para anggota parlemen menuduh perusahaan-perusahaan teknologi gagal melindungi anak-anak dari meningkatnya ancaman pemangsaan seksual di platform mereka.