Telegram, aplikasi pesan instan yang menjadi alternatif populer selain WhatsApp, mencatat pertumbuhan luar biasa sepanjang 2025. Pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov, mengungkapkan bahwa per Maret 2025, jumlah pengguna aktif platform ini telah menembus angka 1 miliar. Tak hanya dari sisi pengguna, Telegram juga berhasil membukukan keuntungan sebesar US$ 547 juta sepanjang tahun lalu.
Meskipun angka ini masih berada di bawah WhatsApp — yang memiliki lebih dari 2 miliar pengguna aktif dan diperkirakan akan mencapai 3 miliar pada akhir tahun ini — Telegram menunjukkan tren pertumbuhan yang konsisten dan agresif.
Pavel Durov, dalam wawancara yang dikutip dari TechCrunch pada Minggu (16/4/2025), menegaskan bahwa Telegram tetap berdiri teguh menghadapi tekanan dari kompetitor. Ia menyebut WhatsApp sebagai layanan "murah" yang berusaha meniru inovasi Telegram sambil menghabiskan miliaran dolar untuk lobi dan kampanye PR demi memperlambat laju pertumbuhan Telegram.
Namun, menurut Durov, semua upaya itu gagal. Telegram bukan hanya bertumbuh, tetapi juga mulai meraup keuntungan sekaligus mempertahankan independensinya dari campur tangan pihak luar.
Data dari DemandSage menunjukkan, sekitar 10 juta pengguna kini telah berlangganan Telegram Premium, layanan berbayar yang menawarkan berbagai fitur tambahan. India tercatat sebagai negara dengan pengguna Telegram terbanyak, menyumbang sekitar 45% dari total pengguna global, sedangkan Amerika Serikat hanya menyumbang sekitar 9%.
Dari sisi demografis, mayoritas pengguna Telegram berusia antara 25 hingga 44 tahun, dengan proporsi pengguna pria (58%) lebih banyak dibandingkan pengguna perempuan (42%). Meski Telegram terus berkembang, rata-rata waktu yang dihabiskan pengguna dalam aplikasi ini masih tergolong rendah dibandingkan WhatsApp. Pengguna Telegram rata-rata mengakses aplikasi selama 3 jam 45 menit per bulan, jauh lebih sedikit dibandingkan pengguna WhatsApp yang menghabiskan 17 jam 6 menit per bulan.