Dalam sebuah pidato perdana yang menggugah dunia, Paus Leo XIV menyampaikan kekhawatirannya terhadap ancaman nyata yang ditimbulkan oleh kecerdasan buatan (AI) terhadap martabat manusia, keadilan sosial, serta kelangsungan masa depan para pekerja. Seruan keras ini menandai sikap serius Vatikan dalam menghadapi gelombang perubahan teknologi yang dinilai bisa merusak nilai-nilai kemanusiaan jika tidak dikendalikan secara bijaksana.
Paus Leo, yang dikenal sebagai pemimpin Gereja Katolik yang berlatar belakang akademik di bidang matematika dan berasal dari Amerika Serikat, secara tegas menyerukan adanya regulasi global yang lebih ketat terhadap perkembangan AI. Dalam pandangannya, teknologi ini memang memiliki potensi besar, namun juga menyimpan bahaya laten jika digunakan tanpa tanggung jawab sosial.
Tak hanya berhenti pada peringatan, dua hari setelah pidato tersebut, Paus Leo XIV kembali menegaskan bahwa walau teknologi AI merupakan inovasi luar biasa, penggunaannya harus berorientasi pada kebaikan bersama. "AI bukan musuh, tapi kita harus mengendalikannya agar tidak menjadi tuan atas manusia," tegasnya, menyoroti pentingnya etika dalam penerapan teknologi canggih tersebut.
Sikap ini mencerminkan kelanjutan dari perjuangan moral Gereja yang sudah berlangsung sejak masa Revolusi Industri. Seperti halnya pendahulu-pendahulunya yang memperjuangkan hak-hak buruh saat mesin-mesin mulai menggantikan tenaga kerja manusia, Paus Leo XIV kini memposisikan dirinya sebagai pelindung nilai-nilai sosial dalam menghadapi tantangan digital masa kini.
Vatikan sendiri tidak sekadar berbicara. Upaya mereka dalam menyoroti dan mengatur etika AI telah dimulai sejak tahun 2020 lewat prakarsa "Rome Call for AI Ethics" yang digagas oleh Paus Fransiskus. Inisiatif ini melibatkan kolaborasi lintas sektor dari pemimpin agama, politik, hingga korporasi teknologi global.