Sebagai contoh, proyek di Mount Pleasant, Wisconsin, yang sempat dikunjungi Presiden Joe Biden, juga mengalami perlambatan meskipun tetap mendapat dukungan dari Microsoft secara finansial. Proyek itu akan dilanjutkan, namun fokus pengembangannya disesuaikan dengan dinamika lapangan.
Potensi Bubble di Industri Pusat Data?
Kekhawatiran akan munculnya bubble dalam pembangunan pusat data juga mulai disuarakan. Chairman Alibaba Group, Joe Tsai, menyebut bahwa pertumbuhan pesat dalam pembangunan data center bisa jadi melampaui permintaan riil terhadap layanan AI. Jika ini benar, bisa terjadi kelebihan pasokan infrastruktur sebelum pasar siap menyerap sepenuhnya kapasitas tersebut.
Senada dengan itu, analis dari TD Cowen mencatat bahwa Microsoft telah meninggalkan sejumlah proyek baru di AS dan Eropa dengan potensi kapasitas mencapai 2 gigawatt listrik. Mereka menilai bahwa hal ini merupakan sinyal bahwa pertumbuhan pusat data tidak secepat yang sebelumnya diperkirakan.
Meski demikian, Microsoft tetap menegaskan komitmennya terhadap proyek-proyek besar yang telah dimulai, termasuk investasi senilai US$3,3 miliar di Wisconsin dan peluncuran wilayah cloud di Indonesia. Perusahaan menyatakan bahwa strategi mereka bersifat fleksibel, dan perubahan yang terjadi saat ini merupakan bagian dari penyusunan ulang prioritas global dalam menjawab tantangan dan peluang AI ke depan.
Kesimpulan
Penundaan pembangunan pusat data AI oleh Microsoft bisa dilihat dari dua sisi: sebagai langkah strategis dalam mengelola efisiensi investasi, atau sebagai sinyal kehati-hatian di tengah gejolak industri teknologi yang berkembang sangat cepat. Apa pun alasannya, keputusan ini akan menjadi sorotan penting dalam arah masa depan AI dan cloud computing global.