Kekhawatiran utama adalah kemungkinan Alibaba memanfaatkan kerja sama ini untuk memperkuat kemampuan AI-nya sendiri, memanfaatkan transfer teknologi secara tidak langsung melalui integrasi fitur Apple. Jika ini terjadi, Alibaba bisa melompati berbagai hambatan teknologi dan menjadi pesaing yang lebih tangguh di arena global.
Selain itu, kekhawatiran lainnya adalah terkait potensi penyebaran chatbot buatan China yang dikenal memiliki filter ketat dan kecenderungan menyensor konten-konten tertentu. Bagi pemerintah AS, hal ini bukan hanya soal kebebasan informasi, tetapi juga soal pengaruh ideologis dan kontrol data.
Risiko Terjebak dalam Regulasi Ketat Tiongkok
Tak hanya Alibaba yang dipantau, Apple pun kini menjadi sorotan. Salah satu sumber kekhawatiran pemerintah AS adalah kemungkinan Apple menjadi lebih rentan terhadap undang-undang lokal di Tiongkok, khususnya terkait sensor konten dan pembagian data pengguna.
Sebagaimana diketahui, hukum di China mewajibkan perusahaan teknologi, termasuk yang asing, untuk mematuhi regulasi yang sangat ketat dalam hal sensor informasi dan penyimpanan data pengguna. Jika Apple terlalu dalam menjalin integrasi dengan mitra lokal seperti Alibaba, maka dikhawatirkan perusahaan asal Cupertino itu harus berkompromi lebih banyak terhadap prinsip-prinsip privasi dan transparansi yang selama ini dijunjungnya.
Alibaba Menang Strategi, Apple Hadapi Dilema
Dari sudut pandang Alibaba, kolaborasi ini tentu menjadi pencapaian besar. Di tengah persaingan yang semakin sengit di pasar AI dalam negeri, kemitraan dengan Apple bisa menjadi lompatan prestise sekaligus komersial. Apalagi, saat ini pasar teknologi China sedang mengalami kebangkitan signifikan, dengan munculnya pemain-pemain baru seperti DeepSeek, yang dalam waktu singkat telah mengejutkan dunia dan menggeser dominasi perusahaan-perusahaan teknologi asal Amerika.