Tampang.com | Kecerdasan buatan (AI) dari Google tengah menjadi sorotan setelah sejumlah pengguna dan pakar teknologi menilai bahwa sistem AI yang digunakan raksasa teknologi itu menyimpan bias dan potensi diskriminasi terhadap kelompok tertentu. Di tengah popularitas AI yang makin menjangkau banyak sektor, kekhawatiran soal etika dan keadilan dalam penggunaan teknologi pun mengemuka.
Google yang selama ini dikenal sebagai pelopor pengembangan AI global, kini harus menghadapi pertanyaan besar: apakah AI benar-benar netral, atau diam-diam membawa ketimpangan dalam desainnya?
AI Dinilai Memihak, Publik Geram
Kritik muncul setelah fitur-fitur pencarian berbasis AI dan asisten pintar Google diduga menghasilkan respons yang tidak adil atau merugikan kelompok tertentu, mulai dari etnis hingga gender. Dalam beberapa uji coba, tanggapan AI dianggap lebih cenderung menguatkan stereotip tertentu yang sebenarnya berbahaya jika dibiarkan.
“Masalahnya bukan sekadar salah teknis. Ini menyangkut bagaimana AI dibentuk berdasarkan data yang bias dari dunia nyata. Jika tidak dikontrol, maka teknologi justru akan memperkuat ketidakadilan,” ujar seorang peneliti etika AI dari sebuah universitas ternama di Eropa.
Algoritma Tak Netral, Siapa yang Disalahkan?
Salah satu sumber masalah adalah cara AI dilatih. Sistem kecerdasan buatan seperti milik Google mengandalkan data dalam jumlah besar untuk “belajar” membuat keputusan dan menjawab pertanyaan. Namun, ketika data tersebut mencerminkan bias masyarakat—seperti diskriminasi rasial, stereotip gender, atau ketimpangan sosial—maka AI akan ikut “belajar” dari bias tersebut.