Perusahaan multinasional, Microsoft, baru-baru ini telah memecat dua karyawannya karena menggelar acara untuk mengenang warga Palestina yang terbunuh dalam Gencatan Senjata di Gaza oleh Militer Israel. Acara ini dilakukan tanpa izin di kantor pusat perusahaan di Amerika Serikat.
Keputusan ekstrem ini diambil sebagai respons terhadap kegiatan yang menyalahi kebijakan internal perusahaan. Karyawan yang terlibat diduga melanggar aturan perusahaan dengan mengorganisir acara tanpa izin manajemen.
Menurut pernyataan resmi perusahaan, "Microsoft sangat prihatin dengan konflik di Timur Tengah, tetapi kegiatan yang dilakukan oleh dua karyawan tersebut tidak sesuai dengan kebijakan perusahaan. Akibatnya, mereka dipecat sesuai dengan prosedur dan peraturan perusahaan."
Memang, Microsoft tidak sendiri dalam menegakkan aturan-aturan internal perusahaan terkait kegiatan yang dilakukan karyawannya. Sebagian besar perusahaan multinasional memiliki protokol yang ketat terkait kegiatan di luar jam kerja, khususnya kegiatan yang melibatkan isu politik atau mengandung kontroversi. Meskipun keputusan ini bisa memicu debat moral, namun perusahaan-perusahaan tersebut berkeyakinan bahwa menjaga netralitas politik di tempat kerja adalah hal yang mutlak diperlukan.
Sebagai perusahaan multinasional yang beroperasi di berbagai negara, Microsoft, seperti perusahaan lainnya, berada dalam tekanan untuk menjaga relasi baik dengan pemerintah dan masyarakat di mana perusahaan tersebut beroperasi. Terlibat dalam kontroversi politik di luar negeri dapat membahayakan citra perusahaan dan berpotensi memicu protes atau boikot di negara-negara tertentu.