Namun netralitas ini pula yang menjadi pedang bermata dua. Telegram sering dijadikan tempat berkumpulnya jaringan kriminal, kelompok radikal, hingga pelaku kejahatan siber. Hal inilah yang menjadi titik tekan utama dalam dakwaan terhadap Durov.
Dalam perspektif hukum, setiap platform digital memiliki tanggung jawab untuk memastikan tidak digunakan sebagai alat kejahatan. Namun dalam praktiknya, mengawasi ratusan juta percakapan terenkripsi bukanlah tugas yang mudah—dan bisa berbenturan dengan nilai-nilai privasi yang dijunjung Telegram sejak awal.
Apa Dampaknya bagi Dunia Teknologi?
Kasus Durov menjadi studi penting bagi masa depan regulasi teknologi global. Apakah pemilik platform digital akan mulai dipaksa bertanggung jawab secara pribadi atas aktivitas di dalam aplikasi mereka? Atau akankah lahir regulasi yang lebih seimbang antara kebebasan digital dan pengawasan keamanan?
Bagi Telegram sendiri, kasus ini bisa menjadi titik balik. Jika tak ditangani dengan baik, kepercayaan pengguna dapat menurun, dan investor pun bisa berpikir ulang. Sebaliknya, jika Durov mampu membuktikan bahwa ia dijadikan kambing hitam dalam konflik geopolitik dan kebijakan privasi digital, maka reputasinya sebagai "pejuang kebebasan informasi" bisa justru menguat.
Hingga kini, pengacara Durov di Prancis belum memberikan komentar atas penolakan izin bepergian ke AS, dan dunia pun masih menanti babak selanjutnya dari drama hukum dan politik yang melibatkan salah satu tokoh paling misterius di dunia teknologi ini.