Platform seperti TikTok menjadi ladang subur untuk pemasaran kreatif. Berkat algoritma yang kuat dan kemampuan menjangkau audiens luas, TikTok kini menjadi kanal utama untuk promosi produk, terutama di kalangan anak muda.
Angka Tak Pernah Bohong: Influencer Marketing Terus Tumbuh
Data dari Statista menunjukkan bahwa industri pemasaran influencer secara global diperkirakan tumbuh 36% tahun ini, dengan nilai mencapai US$33 miliar atau setara Rp540 triliun. Pertumbuhan ini bukan sekadar tren sesaat, tetapi menunjukkan adanya pergeseran besar dalam cara perusahaan membelanjakan dana promosi.
Laporan dari Deloitte mengungkapkan bahwa belanja merek terhadap konten kreator naik hingga 49% secara global tahun lalu. Bahkan, sekitar 25% anggaran media sosial kini secara khusus dialokasikan untuk para influencer.
Menurut Kenny Gold dari Deloitte Digital, tren ini semakin menonjol karena banyak brand mulai menahan pengeluaran untuk iklan konvensional dan lebih memilih pendekatan yang lebih organik dan personal lewat konten influencer.
Kate Scott-Dawkins dari WPP bahkan memperkirakan bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah, pendapatan dari konten buatan pengguna (user-generated content) akan melampaui konten profesional tahun ini.
Influencer Jadi Pusat Strategi, Bukan Sekadar Pelengkap
Pandangan tentang influencer pun berubah. Mereka kini bukan lagi pelengkap kampanye, melainkan pusat dari strategi pemasaran modern. Hal ini ditegaskan oleh Oliver Lewis, CEO agensi kreatif The Fifth, yang menyebut bahwa kehadiran influencer telah menggeser pusat gravitasi pemasaran dari iklan korporat ke narasi personal.
Perusahaan besar seperti Unilever pun mengikuti arus ini. CEO mereka, Fernando Fernandez, mengumumkan rencana untuk merekrut influencer 20 kali lebih banyak dari sebelumnya. Selain itu, Unilever meningkatkan alokasi anggaran untuk iklan media sosial hingga 50%, sebagai respons terhadap perubahan cara konsumen dalam mempersepsi merek.