Dari segi biaya, pembangunan kereta cepat dengan pendekatan baru seperti ART menunjukkan potensi penghematan yang signifikan. Hal ini tentu menjadi kabar baik, terutama dalam konteks pemenuhan kebutuhan infrastruktur di Indonesia yang memerlukan investasi besar namun tetap berkelanjutan secara ekonomis.
Investasi dalam transportasi massal yang memadai memiliki dampak positif yang luas. Selain memberikan aksesibilitas yang lebih baik bagi masyarakat, transportasi massal yang efisien juga dapat mengurangi kemacetan dan polusi udara. Dengan demikian, langkah untuk mendukung pengembangan moda transportasi massal alternatif seperti ART ini dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Terkait dengan perbandingan biaya antara pembangunan kereta cepat dan MRT, pernyataan Jokowi khususnya menarik perhatian terkait dengan efisiensi penggunaan dana publik. Dengan biaya sebesar Rp780 miliar per kilometer, pembangunan kereta cepat, baik yang berbasis rel maupun tanpa rel, memiliki potensi untuk menjadi pilihan yang lebih ekonomis dibandingkan dengan MRT.
Dalam konteks ini, perlu dilakukan analisis yang cermat terkait dengan efektivitas dan efisiensi masing-masing sistem transportasi. Data terkait dengan jumlah penumpang potensial, estimasi pendapatan, serta biaya operasional dan pemeliharaan dalam jangka panjang dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif terkait dengan keunggulan dan potensi perbedaan investasi antara kereta cepat dan MRT.
Pada akhirnya, kereta cepat dan MRT memiliki peran yang sama dalam menyediakan moda transportasi massal yang efisien dan berkelanjutan. Namun demikian, dalam mengambil keputusan terkait dengan investasi infrastruktur, faktor biaya menjadi salah satu pertimbangan yang penting. Oleh karena itu, perbandingan biaya antara kedua jenis moda transportasi ini menjadi hal yang layak untuk mendapatkan perhatian lebih lanjut dari pihak terkait.