Peringatan terhadap penipuan di internet semakin meningkat, terutama dengan semakin canggihnya modus-modus yang diterapkan oleh para penjahat siber. Salah satu fenomena terbaru yang menjadi perhatian utama adalah munculnya Cybercrime as a Service (CaaS) atau kejahatan siber sebagai layanan, yang memudahkan individu untuk melakukan penipuan tanpa perlu memiliki keterampilan teknis yang mendalam.
Menurut laporan CNBC Internasional, CaaS menyediakan berbagai alat yang diperlukan untuk melakukan serangan siber. Ini mencakup perangkat ransomware, layanan peretasan, botnet, hingga data pribadi yang diambil secara ilegal. Tony Burnside, Wakil Presiden dan Kepala Asia Pasifik Netskope, mengungkapkan bahwa dengan adanya layanan ini, semakin banyak penjahat siber yang dapat beroperasi dengan lebih mudah dan efektif, karena akses terhadap alat-alat ini semakin mudah.
Pasar darknet menjadi tempat di mana CaaS diperdagangkan, dengan contoh pasar seperti Abacus Market, Torzon Market, dan Styx. Pasar-pasar ini menggunakan teknologi enkripsi yang canggih untuk melindungi identitas pengguna mereka. Salah satu cara untuk mempertahankan anonimitas adalah dengan hanya menerima pembayaran menggunakan mata uang kripto, yang dianggap lebih aman meskipun tetap bisa dilacak melalui teknologi blockchain. Namun, meskipun transaksi dalam bentuk mata uang kripto lebih sulit diawasi, metode ini masih memberikan celah bagi penegak hukum untuk melacak aktivitas ilegal.
Di samping darknet, penjahat siber juga memanfaatkan internet publik dan aplikasi komunikasi seperti Telegram untuk melakukan transaksi. Salah satu platform terbesar yang beroperasi adalah Huione Guarantee, yang berafiliasi dengan konglomerat asal Kamboja, Huione Group. Di platform ini, vendor menawarkan berbagai layanan kejahatan, dari penipuan investasi hingga pembuatan platform judi ilegal. Para pelaku biasanya membeli data pribadi calon korbannya dan menggunakan perangkat lunak yang memanipulasi wajah dan suara berbasis kecerdasan buatan (AI).