Tidak hanya itu, aspek sosial dan budaya juga menjadi sumber kerentanan bagi perempuan dalam perkawinan beda warga negara. Perbedaan budaya, bahasa, dan norma-norma sosial antara suami dan istri dari negara yang berbeda seringkali memunculkan masalah dalam komunikasi dan integrasi sosial di dalam keluarga. Hal ini dapat berdampak negatif pada kesejahteraan emosional dan psikologis perempuan.
Kerentanan yang timbul juga mencakup aspek ekonomi, di mana perempuan dalam perkawinan campuran seringkali mengalami ketergantungan ekonomi yang tinggi pada suami, terutama dalam situasi di mana perempuan tersebut tidak memiliki izin kerja atau akses terhadap pekerjaan yang layak sesuai dengan pendidikan dan keterampilannya. Hal ini memberikan kontrol yang lebih besar pada pihak suami dalam menentukan kondisi kehidupan perempuan tersebut.
Dalam konteks rumah tangga Amy BMJ, polemik yang terjadi menunjukkan betapa pentingnya memahami dan mengatasi kerentanan yang dihadapi oleh perempuan dalam perkawinan beda warga negara. Kasus semacam ini memerlukan pendekatan yang holistic dan menyeluruh baik dari pemerintah, lembaga perlindungan perempuan, maupun masyarakat secara luas. Perlindungan hukum, dukungan psikososial, pendekatan interkultural, dan penguatan ekonomi perempuan merupakan langkah-langkah penting yang perlu ditekankan dalam menangani kerentanan yang terkait dengan perkawinan campuran.