Banyak orang yang sebelumnya mengaguminya, kini justru menjauh dan mencibirnya. Bukan hanya itu, isu ini juga memengaruhi reputasi gereja tempat Gideon menjadi pendeta. Acara ibadah yang biasanya dihadiri oleh banyak jemaat, kini semakin sepi. Pendapatan yang diterima oleh gereja juga menurun drastis.
Bagi Gideon, bagian paling menyakitkan dari semua tuduhan ini adalah bagaimana orang-orang di sekitarnya, bahkan jemaatnya sendiri, turut mempercayainya. Ia merasa tidak hanya dikhianati oleh teman-temannya, tetapi juga oleh gereja tempat ia memberikan pengabdian selama bertahun-tahun.
Tidak hanya itu, tuduhan pelecehan seksual yang dialamatkan kepadanya turut menggoyahkan kehidupan keluarganya. Istri dan anak-anaknya menjadi sasaran cemoohan di lingkungan mereka. Mereka juga harus menerima perlakuan tak adil dari orang-orang di sekitarnya.
Meskipun demikian, Gideon Simanjuntak masih mempertahankan dirinya dengan tegar. Ia terus berusaha untuk membuktikan bahwa tuduhan tersebut adalah fitnah belaka. Ia yakin bahwa kebenaran akan terungkap pada waktunya, meskipun ia tahu bahwa proses tersebut akan melelahkan dan melelahkan.
Selain itu, Gideon juga terus berusaha mengatasi trauma masa kecilnya yang masih membekas dalam dirinya. Ia menganggap bahwa pengalaman pahit yang dialaminya dahulu adalah bagian dari rencana Tuhan yang menyempurnakan kehidupannya sebagai manusia. Maka dari itu, ia terus berusaha untuk menjadi sosok yang lebih baik, tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi orang-orang di sekitarnya.