Vivian juga berbagi mengenai dukungan dari ibunya, yang sudah mengetahui identitas gendernya sebelum dia mengungkapkannya. "Ketika saya memberi tahu ibu, dia seperti, 'ya, itu dia [sudah terduga],'” ungkapnya, menceritakan bagaimana ibunya lebih menerima keputusannya dibandingkan dengan ayah sang miliarder.
Sebaliknya, bagi Elon Musk, penerimaan terhadap transisi putrinya tampak lebih sulit. Meskipun ia pada akhirnya memberikan izin untuk perawatan medis yang diinginkan Vivian sebelum mencapai usia 18 tahun, sikap Musk terhadap identitas gender putrinya tetap dipenuhi dengan penolakan. Vivian menegaskan bahwa ayahnya tidak mendukungnya dengan cara yang sama seperti ibunya. "Dia tidak mendukung seperti ibu saya. Pertama-tama, saya tidak berbicara dengannya selama berbulan-bulan," ungkap Vivian. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada momen-momen tertentu di mana Musk menunjukkan dukungan, intinya tetap ada perpecahan yang dalam antara mereka.
Vivian menyampaikan bahwa transisinya bukanlah alasan untuk menuding ayahnya sebagai seorang yang fasis. Ia menyoroti momen ketika Musk melontarkan “salam hormat Nazi” saat pelantikan Trump sebagai sesuatu yang "gila." Sikap dan tindakan Musk yang sering dipertanyakan oleh putrinya menunjukkan bahwa tindakannya membuat banyak orang, termasuk orang-orang terdekatnya, merasa jarak yang kian jauh.
Ketidakpuasan Vivian terhadap cara hidup yang diwakili ayahnya semakin nyata ketika ia berkomentar: “Mengapa saya harus merasa takut padanya? Saya tidak peduli. Mengapa saya harus takut pada orang ini? Karena dia kaya? Oh, tidak." Pernyataan ini menunjukkan betapa jauh pemikiran Vivian yang merindukan kebebasan dan penerimaan, terkendala oleh asosiasi dengan nama besar ayahnya.