2- At-ta’yiin, yaitu menegaskan niat.
Yang dimaksudkan di sini adalah niat puasa yang akan dilaksanakan harus ditegaskan apakah puasa wajib ataukah sunnah. Jika puasa Ramadhan yang diniatkan, maka niatannya tidak cukup dengan sekadar niatan puasa mutlak. Dalilnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ÙˆÙŽØ¥Ùنَّمَا لاÙمْرÙئ٠مَا Ù†ÙŽÙˆÙŽÙ‰
“Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907)
Adapun puasa sunnah tidak disyaratkan ta’yin dan tabyit sebagaimana dijelaskan pada poin 1 dan 2. Dalilnya adalah sebagaimana hadits ‘Aisyah yang tadi telah terlewat.
3- At-tikroor, yaitu niat harus berulang setiap malamnya.
Niat mesti ada pada setiap malamnya sebelum Shubuh untuk puasa hari berikutnya. Jadi tidak cukup satu niat untuk seluruh hari dalam satu bulan. Karena setiap hari dalam bulan Ramadhan adalah hari yang berdiri sendiri. Ibadah puasa yang dilakukan adalah ibadah yang berulang. Sehingga perlu ada niat yang berbeda setiap harinya. (Lihat Al-Fiqh Al-Manhaji, hlm. 340-341).
Keempat: Menahan diri dari pembatal puasa dari terbit fajar Shubuh hingga tenggelam matahari
Allah Ta’ala berfirman,
ÙˆÙŽÙƒÙÙ„Ùوا وَاشْرَبÙوا Øَتَّى يَتَبَيَّنَ Ù„ÙŽÙƒÙم٠الْخَيْط٠الْأَبْيَض٠مÙÙ†ÙŽ الْخَيْط٠الْأَسْوَد٠مÙÙ†ÙŽ الْÙَجْر٠ثÙÙ…ÙŽÙ‘ أَتÙÙ…Ùّوا الصÙّيَامَ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ اللَّيْلÙ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187).
Semoga bermanfaat.
Referensi:
Al-Fiqh Al-Manhaji ‘ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i. Cetakan kesepuluh, Tahun 1430 H. Dr. Musthafa Al-Khin, Dr. Musthafa Al-Bugha, ‘Ali Syarji. Penerbit Darul Qalam.
Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafi’i.Cetakan kelima, Tahun 1436 H. Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily. Penerbit Darul Qalam.
Kifayah Al-Akhyar fii Halli Ghayah Al-Ikhtishar. Cetakan pertama, Tahun 1428 H. Taqiyuddin Abu Bakr Muhammad bin ‘Abdul Mu’min Al-Hishni. Penerbit Darul Minhaj.