Tampang

Syarat Wajib dan Rukun Puasa

18 Mar 2020 01:39 wib. 2.211
0 0
wajib puasa

Kedua: Rukun dan Niat Puasa

Orang yang berpuasa wajib menjalankan dua rukun berikut ini.

1- Niat puasa

2- Menahan diri dari berbagai pembatal puasa dari terbit fajar hingga tenggelam matahari

Niat berarti al-qashdu, keinginan. Niat puasa berarti keinginan untuk berpuasa. Letak niat adalah di dalam hati, tidak cukup dalam lisan, tidak disyaratkan melafazhkan niat. Berarti, niat dalam hati saja sudah teranggap sahnya.

Muhammad Al-Hishni berkata,

لاَ يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلاَّ بِالنِّيَّةِ لِلْخَبَرِ، وَمَحَلُّهَا القَلْبُ، وَلاَ يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِهَا بِلاَ خِلاَفٍ

“Puasa tidaklah sah kecuali dengan niat karena ada hadits yang mengharuskan hal ini. Letak niat adalah di dalam hati dan tidak disyaratkan dilafazhkan.” (Kifayah Al-Akhyar, hlm. 248).

Muhammad Al-Khatib berkata,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَمَحَلُّهَا القَلْبُ وَلاَ تَكْفِي بِاللِّسَانِ قَطْعًا وَلاَ يُشْتَرَطُ التَّلَفُّظُ بِهَا قَطْعًا

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Namun niat letaknya di hati. Niat tidak cukup di lisan. Bahkan tidak disyaratkan melafazhkan niat.” (Al-Iqna’, 1:404).

Akan tetapi, disunnahkan untuk melafazhkan niat di lisan bersama dengan niat dalam hati. Niat sudah dianggap sah dengan aktivitas yang menunjukkan keinginan untuk berpuasa seperti bersahur untuk puasa atau menghalangi dirinya untuk makan, minum, dan jimak khawatir terbit fajar. Lihat Al-Mu’tamad fi Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 2:173.

Hukum berniat adalah wajib dan puasa Ramadhan tidaklah sah kecuali dengan berniat, begitu pula puasa wajib atau puasa sunnah lainnya tidaklah sah kecuali dengan berniat. Dalil wajibnya berniat adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907)

Ketiga: Syarat berniat

1- At-tabyiit, yaitu berniat di malam hari sebelum Shubuh.

Jika niat puasa wajib baru dimulai setelah terbit fajar Shubuh, maka puasanya tidaklah sah. Dalilnya adalah hadits dari Hafshah—Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha–, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

“Siapa yang belum berniat di malam hari sebelum Shubuh, maka tidak ada puasa untuknya.” (HR. An-Nasai, no. 2333; Ibnu Majah, no. 1700; dan Abu Daud, no. 2454. Syaikh Al-Albani menshahihkan hadits ini).

Sedangkan untuk puasa sunnah, boleh berniat di pagi hari asalkan sebelum waktu zawal (tergelincirnya matahari ke barat). Dalilnya sebagai berikut,

عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا دَخَلَ عَلَىَّ قَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ طَعَامٌ ». فَإِذَا قُلْنَا لاَ قَالَ « إِنِّى صَائِمٌ »

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menemuiku lalu ia berkata, “Apakah kalian memiliki makanan?” Jika kami jawab tidak, maka beliau berkata, “Kalau begitu aku puasa.” (HR. Muslim, no. 1154 dan Abu Daud, no. 2455).

Penulis Kifayah Al-Akhyar berkata, “Wajib berniat di malam hari. Kalau sudah berniat di malam hari (sebelum Shubuh), masih diperbolehkan makan, tidur dan jimak (hubungan intim). Jika seseorang berniat puasa Ramadhan sesudah terbit fajar Shubuh, maka tidaklah sah.” (Kifayah Al-Akhyar, hlm. 248).

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Apakah Indonesia Menuju Indonesia Emas atau Cemas? Dengan program pendidikan rakyat seperti sekarang.