Meskipun Qasemi dikenal sebagai pembela gerakan Salafi—sebuah gerakan yang mengusung pola praktik Islam seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan para pendahulu yang saleh—gagasan-gagasan progresifnya mulai memicu ketegangan. Ia menerbitkan berbagai karya dan melakukan orasi ilmiah untuk mendukung pandangan Salafi, yang pada dasarnya menekankan perlunya mematuhi ajaran Al-Qur'an dan hadis, serta menolak segala bentuk bid'ah. Namun, pandangan yang berlawanan dengan arus utama di kampus membuatnya mengalami penolakan yang serius. Pada tahun 1931, Abdullah Al Qasemi dikeluarkan dari Universitas Al-Azhar, sebuah momen yang menjadi titik balik dalam hidupnya.
Setelah dikeluarkan dari kampus tersebut, perubahan besar mulai terjadi dalam diri Qasemi. Dia yang sebelumnya dikenal sebagai seorang Muslim yang taat, tiba-tiba meninggalkan kewajiban peribadatan dan nilai-nilai yang selama ini menjadi pegangan hidupnya.
Pada puncaknya, Abdullah Qasemi memutuskan untuk menjadi seorang ateis, sebuah langkah yang membuat banyak orang terperangah dan mengecamnya. Dalam pandangannya, keyakinan yang ditanamkan oleh agama terlalu membatasi kebebasan berpikirnya.
Salah satu karya yang membuat banyak orang memperdebatkan pandangannya adalah buku kontroversial berjudul "The Lie to See God Beautiful". Di dalam buku ini, Qasemi menantang rasionalitas ajaran agama yang selama ini dianut oleh masyarakat. Dia mempertanyakan kebenaran dogma-dogma agama yang dianggap telah mengacaukan pola pikir manusia. Pendapatnya yang radikal ini menjadi sorotan tajam, terutama dari kalangan yang mempertahankan nilai-nilai tradisional Islam.
Tidak hanya mendapatkan kecaman, karya-karya Abdullah Al Qasemi yang mengandalkan kritik terhadap agama juga dilarang beredar di berbagai negara di Timur Tengah. Situasi tersebut semakin diperburuk ketika pemerintah Mesir mengeluarkan aturan 'persona non grata', yang membuatnya diusir dari negara tersebut.