UU Cipta Kerja, atau yang lebih akrab disapa Ciptaker, menjadi salah satu isu paling kontroversial di Indonesia sejak disahkannya pada Oktober 2020. Konten omnibus law ini mencakup berbagai aspek, mulai dari ketenagakerjaan hingga perizinan investasi, dan berpotensi mengubah tatanan ekonomi serta sosial di tanah air. Namun, banyak pihak, terutama buruh, menilai bahwa regulasi ini lebih banyak merugikan mereka daripada membawa manfaat.
Salah satu alasan utama penolakan buruh terhadap UU Cipta Kerja adalah penghapusan atau pengurangan sejumlah hak yang sebelumnya mereka nikmati. Misalnya, aturan mengenai pesangon dan pengaturan waktu kerja yang dianggap menguntungkan pengusaha lebih daripada pekerja. Dalam berbagai aksi demonstrasi di sejumlah kota, like Jakarta, buruh mengungkapkan keluhan mereka melalui unjuk rasa yang disertai dengan pembakaran ban dan atribut lainnya. Ini menunjukkan tingkat ketidakpuasan yang tinggi di kalangan buruh yang merasa bahwa kebutuhan dan kesejahteraan mereka diabaikan demi kepentingan investasi.
Aksi protes ini tidak hanya dilakukan oleh buruh, tetapi juga melibatkan segmen lainnya, termasuk mahasiswa. Dalam beberapa kesempatan, mahasiswa berpartisipasi dalam demonstrasi yang menyerukan pembatalan UU Cipta Kerja, dengan argumen bahwa pengesahan undang-undang ini dilakukan tanpa melibatkan masyarakat secara luas. Mahasiswa merasa bahwa partisipasi publik sangat penting dalam proses legislasi, dan tindakan pemerintah yang dinilai terburu-buru dan tertutup ini memicu kemarahan dan frustrasi di kalangan generasi muda.