Tahun 2021 menjadi momen yang tidak terlupakan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). TWK yang dilaksanakan sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) menimbulkan banyak kontroversi. Banyak pihak menganggap bahwa TWK merupakan langkah mundur bagi lembaga antirasuah yang dibentuk untuk memberantas korupsi di Indonesia. Kritikan ini semakin menguat karena cara pelaksanaan TWK yang dinilai mirip dengan praktik era Orde Baru.
Pelaksanaan TWK ini menjadi sorotan publik saat sejumlah pegawai KPK yang tidak lolos tes tersebut terpaksa harus menerima pemecatan. Pemecatan pegawai KPK ini memicu gelombang protes baik dari dalam maupun luar lembaga. Sebagai lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi, tindakan pemecatan ini menimbulkan keraguan akan komitmen pemerintah terhadap transparansi dan integritas, dua nilai penting yang selalu diusung oleh KPK.
TWK oleh banyak pengamat dianggap tidak relevan untuk mengevaluasi kemampuan dan integritas pegawai KPK dalam melakukan tugasnya. Terlebih lagi, hampir seluruh pegawai KPK yang dipecat adalah mereka yang dikenal memiliki prestasi dalam pekerjaan mereka, termasuk dalam pengusutan kasus-kasus besar korupsi. Sejumlah pegawai yang mengalami pemecatan juga menyatakan bahwa TWK lebih banyak berisi pertanyaan yang bersifat ideologis, bukan kompetensi yang sesuai dengan tugas mereka.